MALA TAU SITAMMU AKA' PEKUYA'NA PUANG

Minggu, 28 Mei 2023

ASAL MULA NAMA TABULAHANG

ASAL MULA NAMA TABULAHANG


Daeng Rioso’ diangkat menjadi Mara’dia Balanipa karena berhasil mematahkan ekspansi Bone bahkan mengusir bala tentara Bone keluar dari perbatasan tanah Mandar. Paska pelantikannya sebagai Mara’dia, Ia lalu mendirikan sebuah istana. Setelah istana itu selesai dibangun, maka Daeng Rioso’ pergi meninjau istana itu bersama pengawalnya. Terjadilah dialog antara keduanya sebagai berikut:

Mara’dia :   Bagaimana pendapatmu, Apakah istana ini sudah bagus atau belum?

Pengawal :   Menurut penglihatan saya, Istana ini memang sudah Indah,    tetapi mempunyai satu kekurangan.

Mara’dia :   Apa kekurangannya?

Pengawal :   Seandainya  ada wanita cantik yang menjadi penghuni istana ini,    maka sempurnalah keindahannya.

Mara’dia :   Kira-kira dimana wanita cantik yang kau ketahui?

Pengawal :   I Pura Para’bue, istri Mara’dia Pamboang. Dialah wanita tercantik di wilayah ini sekarang.

Mara’dia :   bawa tentara  dan pergi jemput dia.

Pasukan Balanipa yang pergi ke Pamboang menjemput I Pura Para’bue ternyata kembali dengan tangan hampa. Pengawal Mara’dia Pamboang melepaskan lebah sehingga pasukan Balanipa lari tunggang langgang dihajar lebah.

Setelah sampai di Balanipa, mereka melapor kepada Mara’dia bahwa mereka tidak mampu menjemput I Pura Para’bue karena Mereka melepas lebah (Tawon ) dan membuat mereka babak belur. Lalu Daeng Rioso’ menyusun siasat yang lain.

Suatu hari, diperintahkanlah pegawai kerajaan untuk pergi ke banggae membawa pesan yang berbunyi: “kalau kamu pergi berpasar ke Pamboang, Kamu harus mengikat kepala dengan kain putih. Kalau orang Pamboang bertanya, mengapa kamu mengikat kepala seperti itu? Katakan bahwa kami sedang berduka Karena Mara’dia kami (Daeng Rioso’) mangkat.

Berita kematian Daeng Rioso’ dengan cepat tersebar luas di kalangan masyarakat Pamboang bahkan sampai ke istana. Ketika berita ini didengar oleh Mara’dia Pamboang,Ia merasa sangat sedih. Kepada keluarganya Ia berkata: “Daeng Rioso’ memang jahat, tapi dia adalah saudara kita apalagi dia sudah mangkat. Jadi, kita tidak bisa membalas kejahatannya. Kusir diperintahkan mempersiapkan bendi dan bersama istrinya I Pura Para’bue, mereka bertiga berangkat ke Balanipa tanpa pengawal. Setelah sampai di banggae, ternyata tentara Balanipa sudah menunggu menghadang mereka dan merebut istri mara’dia Pamboang, I pura Para’bue.

Bagi Mara’dia Pamboang, peristiwa ini bukan sekedar memperebutkan wanita, tetapi lebih merupakan peristiwa runtuhnya kharisma seorang Mara’dia. Sebab itu ia pergi mencari Petoe Sakku, Peanti kadine’, Pebekkeng kahatuang, Indo lita’ di Bulo Mappa. Setibanya di Bulo Mappa, Ia duduk di atas sebuah batu besar yang ternyata sebuah “domen”. Ia membelenggu tangannya sendiri dengan emas. Seorang wanita yang lewat bertanya. Wanita :  Apa yang sedang kamu lakukan di sini?

Mara’dia :  Dondong Ka-Datuangku. Saya datang  di sini minta direhabilitasi     orang tua di sini.

Wanita  :  Kalau demikian, mari saya antar menemui ketua hadat / orang tua di sini

Mara’dia :  Saya kan sudah jatuh, tentu saya tidak mampu berdiri dan       bahkan berjalan.

Wanita  :  Kalau demikian, tunggulah di sini. Biar saya memberitahu ketua     hadat tentang keberadaanmu di sini.

Tidak lama kemudian datanglah Ahuang di Dadeko, orang tua yang menjabat Indo Lita’ di zaman itu. Dijamahnya belenggu emas di tangan Mara’dia Pamboang  sambil berkata “berdirilah”, sayalah ketua hadat indo lita’ di sini. Mara’dia langsung berdiri dan mengikuti ketua hadat.

Sejak saat itu, batu tempat Mara’dia Pamboang duduk sambil membelanggu tangannya sendiri dengan emas disebut “TABULAHANG” artinya si emas.

Pada ± tahun 1914, distrik Tabulahan dan Arale dibentuk di Mamuju. Lalu mara’dia Mamuju mengusulkan agar nama Tabulahan ini dilestarikan dengan memberi nama kepada distrik yang baru dibentuk ini yaitu distrik Tabulahan. Selanjutnya Mara’dia Pamboang mengikuti upacara pemulihan kembali yang disebut I Sakku’i dikadinge’i dikahatuangngi.

Di kalangan bangsawan yakin bahwa tiap-tiap jabatan adat maupun jabatan mara’dia itu mempunyai kharisma. Kharisma itu diberikan kepada seseorang yang mengemban sebuah tugas hadat atau jabatan Mara’dia. Seseorang yang menklaim dirinya menjabat suatu jabatan, tidak mempunyai kharisma karena ia tidak pernah diberi kharisma oleh pemangku hadat.

Paska upacara adat di Tanete Dadeko, Mara’dia Pamboang pulang dengan semangat baru. Dengan membawa serulingnya, ia menuju Balanipa. Ia berlagak seolah-olah seorang pelancong dari pegunungan karena memakai pakaian adat dari pegunungan dan membawa oleh-oleh yang ada di pegunungan. Ketika malam tiba, terjadilah kontak batin antara dua insan yang saling mencintai melalui bunyi seruling dan setetes air mata. Terjadilah kesepakatan di malam buta yaitu tipu akan dibalas dengan tipu. keesokan harinya, tersebarlah berita di dalam istana bahwa permaisuri raja (I Pura Para’bue) mengidam. Dia mengidamkan rusa yang dibunuh sendiri dengan tangan Mara’dia suaminya. Lalu Mara’dia mengundang para Mara’dia di pitu babana binanga untuk berburu rusa bersama yaitu berburu kebesaran istana. Di saat para Mara’dia pergi berburu itulah kesempatan Mara’dia Pamboang membawa istrinya kabur dari istana. Mereka singgah di Pamboang dengan membawa keluarganya dan pengikut-pengikutnya, mereka menuju Bulo Mappa, lalu berkampung di Peurangang (Peu’) tepatnya di muhahe. Setelah keluarga dan pengikutnya aman, mara’dia Pamboang bersama pengawalnya pergi ke Papua’ kemudian mengirim pesan kepada Mara’dia Balanipa yang berbunyi; “Kalau engkau memang jantan/laki-laki, datanglah jemput istrimu di papua’ karena dia ada di sini”

Daeng rioso’ memang jantan, Dialah pahlawan Balanipa yang berhasil memukul mundur tentara Bone. Tetapi kali ini Ia terpaksa gugur di Papua’ di tangan Mara’dia Pambuang karena ia semena-mena terhadap saudaranya sendiri.


Sumber : 

1. Mangoli 1955 di Tabulahan. 

2. Hj. Kalala’ 1997 di Malunda

Tulisan : D. Mangoli 1944

Penulisan Kembali:

Nama : Salmon Mangoli

Sarjana Muda Sastra/Sejarah – UNHAS 1974 Pensiunan PNS 2001

 Alamat: Kalukku, Mamuju