MANUSIA (TAU) MENURUT ORANG TORAJA
Penjabaran Filosofi “Tau”
Oleh: Apolos Ahpa, S.Th.
Bagi masyarakat suku Toraja yang mendiami
pegunungan di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat menyebut Manusia dengan
istilah “Tau” atau “To”, itulah sebabnya setiap kampung biasanya diawali dengan
“To”, misalnya To Raya, To Tabulahan, To Bambam, To Mamasa dan lain sebagainya.
“To” itu menunjuk pada “Orang/Manusia”. Jadi semua yang merasa diri Orang
Toraja, termasuk anak Cucu Pongkapadang yang ada di Sulawesi Barat memahami
bahwa istilah “Tau” atau “To” itu menunjuk kepada Manusia.
Secara sadar atau tidak sadar, masyarakat Toraja
hidup dan tumbuh dalam sebuah tatanan masyarakat yang menganut filosofi “Tau”. Filosofi ini, dibutuhkan sebagai
pegangan dan arah menjadi manusia sesungguhnya dalam konteks masyarakat Toraja.
"Tau"
atau “manusia” dalam bahasa toraja memiliki empat pilar utama yang mengharuskan
setiap orang untuk menggapainya, yaitu:
- Sugi'/ suki’ (Kaya)
- Barani/Bahani (Berani)
- Manarang/Manähäng (Pintar)
- Kinawa/Keinaha (Berhati Mulia, Peduli, yakni
memiliki nilai-nilai luhur, agamis dan bijaksana)
Sugi’/Suki’
(Kaya) menempati urutan paling atas, karena kekayaan bagi orang Toraja adalah
salah satu yang menentukan Derajat hidup seseorang, dalam arti kata bahwa
wibawa seseorang ditentukan oleh berapa harta kekayaan yang dimiliki, berapa
ratus ekor kerbau yang dimiliki, atau berapa hektar sawah atau kebun yang
dimiliki. Namun bersamaan dengan itu pulah, kata Sugi’ juga dipahami sebagai
suatu keadaan merasa puas dengan apa yang kita miliki, artinya bahwa tidak
selamanya kekayaan itu diukur dari harta benda yang berlimpah ruah, tapi juga
diukur dari bagaimana kita merasa puas atau merasa bersyukur atas apa yang kita
miliki itu. Dengan demikian bahwa kata Sugi’ (kaya) itu tidak selamanya
menunjuk pada Harta kekayaan yang banyak, tapi lebih pada rasa syukur atas apa
yang telah kita miliki.
Urutan yang berikutnya ialah Barani/Bahani (Berani).
Bagi orang Toraja seseorang itu harus memiliki sifat keberanian, tapi
keberanian itu bukan sembarang keberanian, melainkan keberanian yang dilandasi
oleh kebenaran. Jadi Berani karena Benar, berani mengambil tindakan karena
meyakini bahwa tindakannya itu benar, bukan hanya benar menurut pandangan
pribadinya, tapi benar menurut pandangan umum. Dapat dikatakan bahwa keberanian
yang dimaksud ialah keberanian yang ada dasarnya, dan dasarnya adalah
Kebenaran.
Urutan yang berikutnya ialah Manarang/manähäng (Pintar).
Bagi orang Toraja, apabila seseorang sudah Kaya dan juga berani tapi tidak
memiliki Ilmu pengetahuan atau tidak Pintar (manarang), maka semua itu akan
sia-sia saja. Itulah sebabnya bagai orang Toraja, mencari ilmu itu sangat
penting, Sekolah itu sangat penting karena kepintaran itu adalah salah satu
aspek yang membuat kita menjadi Manusia sesungguhnya.
Urutan yang paling bawah yang mendasari semua itu ialah “Kinawa/Keinaha”(Berhati
Mulia, Punya kepedulian sosial yang tinggi). Artinya bahwa walaupun
seseorang sudah Kaya, Berani dan Pintar kalau tidak memiliki hati yang mulia,
maka semua yang dia miliki itu akan digunakan semaunya (semau Gue). Orang yang
memiliki hati yang mulia akan menggunakan segala yang diamiliki (Kekayaan,
Keberanian dan Kepintaran) sebagai alat untuk melayani sesama, terutama sesama
yang kurang beruntung atau sesama yang mengalami penindasan. Karena itu
memiliki hati yang mulia itu menjadi hal yang sangat penting dan sangat
mendasar bagi seorang “To Raja”.
Dari Keempat pilar di atas sesungguhnya tidak
dapat ditafsirkan secara bebas dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan
yang lain, semuanya menjadi satu kesatuan yang membentuk diri seorang “To Raja.”
Makna dari keempat pilar di atas adalah sangat dalam, dan melebihi pemahaman
kata secara bebas.
Seorang Toraja menjadi “Manusia” yang
sesungguhnya ketika dia telah memiliki dan hidup dengan empat pilar di atas,
itulah sebabnya sering ada kata-kata orang tua yang mengatakan “Dao
mentau!!!”, itu bukan berarti kita ini tidak berupa manusia, tapi lebih
dalam dari itu ialah mau menjelaskan dari keempat pilar di atas. Dengan
demikian apabila kita sudah menyadari diri memiliki sifat hidup sebagai orang
yang “Kaya,
Berani, Pintar dan Berhati Mulia” maka layaklah kita disebut sebagai “Tau”
atau “Manusia”.
Apolos Ahpa
Akhir
Agustus 2014