MALA TAU SITAMMU AKA' PEKUYA'NA PUANG

Senin, 10 Agustus 2020

SEJARAH POLO PADANG DI TANA TORAJA

 Berbicara tentang asal usul Kesu’ tidak lepas dari cerita turun temurun mengenai riwayat kejadian alam atau ossoran tipamulanna lino. Leluhur orang Kesu’ yaitu Puang Ri Kesu’ dipercaya sebagai dewa yang turun dari langit atau To Manurun di Langi’. Puang Ri Kesu’ menikah dengan To Bu’tu Ri Uai kemudian melahirkan Puang Ri Beloara’. Puang Ri Beloara’ menikah dengan Tanomandasi melahirkan Puang Ambun Di Kesu’. Puang Ambun Di Kesu’ menikah dengan Puang Mora melahirkan Manaek. Manaek inilah yang kemudian ke Nonongan dan menetap di sana bersama keturunannya sampai saat ini. Puang Ambun Di Kesu’ juga menikah dengan Pabane’ Di Kesu’. Pabane’ adalah anak dari Buen Manik dan Tangdilino’. Keduanya berasal dari keturunan Puang Di Mulatau, di mana kakek dan neneknya berasal dari langit. Pabane’ dan saudara-saudaranya tersebar dan manglili’ tondok di kawasan Toraja. Sebagian besar saudaranya menyebar di daerah selatan, sementara Pabane’ ke utara.

Pernikahan Pabane’ dan Puang Ambun Di Kesu’ melahirkan Polo Padang yang menikah dengan Deatanna, seorang wanita sangat cantik yang berasal dari langit (To Dao Mai Langi’). Setelah menikah, mereka dikaruniai seorang anak bernama Pairunan. Dalam pernikahannya, Deatanna sempat marah dan meninggalkan Polo Padang dengan membawa Pairunan kembali ke langit karena Polo Padang dianggap melanggar perjanjian yang telah disepakati sebelumnya. Polo Padang kemudian berpetualang untuk membawa pulang Deatanna dan Pairunan kembali ke bumi.
Pairunan kemudian menikah dengan Arrang Di Bangkudu melahirkan Pabisangan. Pabisangan menikah dengan Tibian Ri Sa’dan melahirkan Ampang Ri Sa’dan. Ampang Ri Sa’dan menikah dengan Tumba’ Mangkaranga yang kemudian melahirkan Palidan. Palidan yang menikah dengan Salikunna (keturunan dari Manaek) melahirkan beberapa anak yang tersebar dan manglili’ tondok (menandai wilayah kekuasaan) di wilayah-wilayah utara Toraja. Dua di antaranya yaitu Soge’ dan Kullu mendiami wilayah Kesu’. Soge’ ke La’bo’ dan Kullu di Tikunna Malenong.
Pada tahun 1800an, Pong Maramba’ membangun Buntu Pune pada masa Perang Kopi. Perang Kopi adalah perang dalam perdagangan antara Toraja dan daerah-daerah luar Toraja dengan komoditas utama kopi. Buntu berarti bukit, pune berarti pakis, nama yang menggambarkan bahwa Buntu Pune adalah bukit yang dipenuhi tumbuhan pakis. Pong Maramba’ adalah kepala distrik pertama Kesu’ dan wilayah Tikala. Pada tahun 1900an, Belanda berusaha untuk menguasai Toraja. Pada masa ini Pong Maramba’ didaulat oleh Pong Tiku sebagai panglima perang untuk bersama-sama melawan penjajah. Di Buntu Pune, Pong Maramba’ membangun benteng pertahanan yang juga dipakai sebagai tempat mengintai dari jarak jauh.
Tempat-tempat penting
Di WA Kesu’ juga ada Buntu Pune yang di dalamnya terdapat 3 (tiga) tongkonan yaitu Tongkonan Potok Sia, Tongkonan Kamiri dan Tongkonan Kaluku. Tongkonan Kamiri dan Kaluku bersatu dalam satu bangunan fisik. Buntu Pune dibangun oleh leluhur Siambe’ Pong Maramba’, Kepala Distrik Kesu’ pertama dan salah satu pimpinan berpengaruh di Toraja terutama dalam perlawanan terhadap kolonial. Buntu Pune dijadikan sebagai benteng pertahanan dan tempat pengintaian jarak jauh. Buntu Pune memiliki sebuah rante bernama Rante Menduruk yang dihibahkan kepada pemerintah dan sekarang menjadi Lapangan Kodim. Rante Buntu Pune kemudian dipindahkan ke Rante Karassik dan dipenuhi oleh menhir. Selain kedua lokasi di atas, juga ada Londa yang terletak di Kampong Tadongkon.Keturunan Puang Ri Kesu’ menjadikan lokasi ini sebagai areal penguburan. Untuk pertahanan, mereka menjadikan Londa sebagai benteng yang berhasil menghalau pasukan Bone yang ditunggangi oleh VOC. Setelah perjanjian damai, mulai dibangun permukiman dekat dengan sawah dan area perkebunan serta penggembalaan.

Sumber: https://brwa.or.id/wa/view/WVZhQlU1OFdXNGc