MALA TAU SITAMMU AKA' PEKUYA'NA PUANG

Sabtu, 28 Juli 2012

SEJARAH MAMASA VERSI TABULAHAN


SEJARAH DAN LATAR BELAKANG "MAMASA"
(diceritakan oleh Nene’ Ambe Seping)


Adapun nama Mamasa asal atau pada mulanya dinamai Mamase, artinya  Pengasih.   Tanah   ini  adalah tanah kepunyaan Tabulahan.
Pada suatu waktu datanglah seorang lelaki bersama isterinya, bernama Guali Padang anak dari Sahalima di Koa (Tabang).
Mereka  tinggal  di  Salu  Kuse'  dekat Rantebuda (Mamasa) dengan tidak diketahui nenek Dettumanan di Tabulahan.
Sekali waktu nenek Dettumanan pergi berburuh, akhirnya sampailah ke  puncak  gunung  Mambulillin. Di sana tampaklah olehnya asap  api di dekat sungai Mamase” atau Mamasa di Salu Kuse. Nenek  Dettumanan  ini, dengan segera berjalan menuju tempat itu.  Sesampainya ia ke sana, maka didapatinya sebuah pondok yang didiami oleh Guali Padang bersama isterinya.  
Pada waktu itu Dettumanan sangat marah sekali terhadap mereka dan mereka diusir pulang kembali ke tempat asalnya, tempat kedua orangtuanya. Tetapi  Guali Padang tidak mau pergi menuruti perintah Dettumanan,  sehingga  Dettumanan  marah dan berkata:  “Biarlah kamu tinggal  di tempat ini, akan tetapi jangan kamu harap akan beroleh  berkat pada tempat ini. Karena tempat yang kamu diami sekarang ini ialah tanah kepunyaanku. Terkutuklah kamu dari Allah Taala. Bahwa anakmu nanti akan menjadi makanan  binatang  buas, dan bila kamu menanam padi, nanti akan  berubah menjadi alang-alang, jagung akan berubah menjadi pimping  (tille),  labu akan berubah menjadi seperti batu, ayammu  nanti dimakan elang, babimu akan dimakan ular, kerbaumu nanti  akan  ditanduk anoa (tokata), dan lain-lain. Tala mentaruk  tallangko  tala  ma'rombe' aho'” artinya bahwa turun-temurunmu tidak  akan  berkembang biak selama  engkau menduduki tanah ini. Setelah ia berkata demikian, maka pulanglah dengan amarahnya. 
Setelah  beberapa  bulan  lamanya  Guali  Padang  mendiami tempat itu,  maka mengandunglah isterinya, dan kemudian melahirkan  seorang anak laki-laki. Tetapi ketika anak itu  mulai  bertumbuh,  tiba-tiba  datanglah seekor kuskus (bhs Tabulahan :”Kuse”) menerkam anak  itu  lalu  dijinjitnya dan dibawah keatas pohon untuk dimakan. Pada intinya segala  kutukan/perjanjian  yang  sudah dikatakan nenek Dettumanan semuanya terjadi.
Oleh Sebab  itu  Guali Padang serta isterinya tidak tahan lagi tinggal di tempat  itu,  lalu mereka pergi ke Tabang, tempat tinggal kedua orang tuanya, karena mereka bermaksud akan memberi tahukan semua hal itu kepadanya.
Setelah Guali Padang bersama istrinya sampai di Tabang dan bertemu dengan orang tuanya, maka diceritakannyalah semua hal yang telah mereka alami. Sehingga ayahnya membantu untuk menyelesaikan hal itu dengan jalan menyuruh anaknya (Guali Padang) untuk pergi berburuh,  dan semua hasil buruannya, akan di berikan kepada nenek Dettumanan di Tabulahan. Tetapi  sebelum dia berangkat, Ayahnya telah menyediakan dua “kapipe” jagung  goreng  yang  sudah  ditumbuk dicampur dengan daging kering. (kapipe =tempat membawah bekal pada waktu itu)  Maksudnya  supaya  apabila sampai ke Tabulahan, Guali Padang tidak akan mau diberi makan  oleh Dettumanan  sebelum tanah Mamasa di berikan kepadanya untuk di duduki.
 Lalu Guali Padang berangkat bersama dengan beberapa hambanya masuk hutan  untuk berburuh. Setelah beberapa hari tinggal di dalam  hutan dan mereka telah mendapat hasil yang memuaskan,   maka berangkatlah mereka ke Tabulahan. Setibanya  di Tabulahan,  Nenek Dettumanan  langsung  mengenal siapa dan apa maksud kedatangan mereka di Tabulahan. Oleh karena itu Dettumanan langsung berangkat ke kebunnya meninggalkan mereka itu. Setiap  kali  isteri  Dettumanan memberi makan pada mereka, Guali  Padang dan pengikutnya  tidak   mau  makan.  Sehingga  isteri Dettumanan sangat takut  sebab  ia berpikir jangan-jangan  mereka mati kelaparan sebab tidak mau makan. Istri Dettumanan lebih takut lagi sebab  Guali  Padang  pura-pura sakit, dan membuat dirinya seakan-akan seperti orang yang sudah hampir mati.
  Oleh karena itu maka Istri Dettumanan segera berangkat ke kebunnya untuk memanggil suaminya dengan mengatakan padanya bahwa Guali Padang sudah hampir mati. Lalu pulanglah nenek Dettumanan bersama isterinya menemui Guali Padang. Sementara itu Guali  Padang  semakin membuat dirinya seakan-akan sakit parah dengan tujuan untuk mendapatkan belas kasih dari Dettumanan.
Akan tetapi ketika Dettumanan mendapati Guali Padang, dia  berkata kepadanya:  “Biarlah engkau mati; dan kalau engkau mati,  saya  tak  akan merasa rugi bila kupotongkan engkau sepuluh ekor kerbau, karena engkau amat kurang hadat, berani betul engkau mendiami tanah saya! Sementara Dettumanan memarahinya, Guali  Padang  semakin membuat dirinya  sangat rendah hati sehingga Dettumanan berkata lagi kepadanya: “Kalau  engkau  mau  dan  ingin sungguh-sungguh akan mendiami tanah  itu,  maukah  engkau  akan  menerima  segala perjanjian-perjanjian yang akan kupertanggungkan atasmu?”  Lalu Guali  Padang menjawab katanya: “Biarpun ringan atau berat perjanjian itu, harus  aku  dan  segala  cucu-ciciku menjunjungnya, asalkan aku dapat mendiami tanah itu.
Dettumanan  berkata lagi kepadanya:  “Kalau begitu kamu pulang saja, dan nanti saya menyusul di belakang” Maka pulanglah Guali Padang.
Setelah    beberapa    hari kemudian, maka berangkatlah Dettumanan menyusul mereka. Sesampainya ia ke sana, maka mulailah Dettumanan menguraikan perjanjian itu, yang bunyinya sebagai berikut:
  1. Ungngakuraka  dio  ladikahoingko  timbu  uhai,  lole'ingko pa'tondokan aku tanan puntio, kuose'pinamula?
2.      Ungakuraka  dio  lakupepahe pahemu lakuehengngi lokomu anna kualai situhu' pangala inahangku?
  1. Ungakuraka   dio  laumpadua  lanta'  dasammu;  kulambi' peso'mu kalaiku ungkolai?
  2. Ungakuraka  dio  tala  matinna  anna tala mailuo dialing inde'e di lita'ku anu' labinasa lita' pa'de ma'hupatau?
  3. Ungakuraka  dio ladikoko papuammu ladipuhhu tubulillimmu ladisahpa' sepi'mu?

Guali Padang menjawab katanya: Pada pa'kuammu pada kutarimbo, anu'tae' garaganna malepong dia langi!!
 

Artinya:
  1. Maukah engkau, saya akan mendirikan tempat kediamanmu, dan kusediakan satu  mata air menjadi air minummu, supaya engkau dan  isi  rumahmu  sampai  kepada  turun-temurunmu diibaratkan sebagai tanaman, dengan satu tuannya Tabulahan penjaganya?
  2. Maukah engkau,  bahwa  padi yang sedang menguning di sawah dan padi yang  ada  di  lumbung aku ambil seturut kemauan hatiku bila aku datang?
  3. Maukah engkau  bahwa  rumahmu  harus berpetak dua (2 kamar), dan nasi yang  sementara  terjerang  dalam  belanga kuangkat dan kusendok sendiri untuk kumakan?
  4. Maukah engkau bahwa tak boleh membuat satu keinginan yang akan merusakkan  tanah ini dan menjatuhkan kaum yang berdiam di dalamnya?
  5. Maukah  engkau,  bahwa  segala  kemauanku  engkau  turuti mulai dari yang besar sampai kepada yang kecil?
Guali Padang menjawab katanya: “Segala perjanjianmu  saya  terima,  sebab  tak  ada lawannya keluasannya tanah  ini  bahkan  kegemburannya. Luasnya adalah bagaikan bentangan langit.”

Demikianlah cerita tentang Mamasa, semoga bermanfaat. Pada umumnya orang-orang tua yang ada di Tabulahan saat ini masih mengetahui dengan benar cerita-cerita ini.

(Ditulis dan diedit oleh Apolos Ahpa, S.Th)

SEJARAH TABULAHAN KONDOSAPATA (EDIT LENGKAP)


BAB I
ASAL MULA MANUSIA
DAN
PERMULAAN TABULAHAN DAN SEKITARNYA DIHUNI OLEH MANUSIA
(Diterjemahkan dari bahasa Tabulahan ke dalam Bahasa Indonesia dari sejarah tulisan yang disimpan oleh Kel.Mangoli’ di Tabulahan dan ditambahkan berbagai keterangan dari sumber-sumber yang dapat dipercaya)
Oleh: APOLOS AHPA,S.Th)


I.                   ASAL MULA MANUSIA DAN PERMULAAN TABULAHAN DIHUNI OLEH MANUSIA.

Asal mula manusia dan permulaan Tabulahan di huni dan di duduki orang sebagai suatu pemukiman ceritanya adalah sebagai berikut.

Bersamaan dengan terbitnya matahari di Ulu Sa’dang (Hulu Rante pao) yang sekarang di kenal dengan nama Tanah Toraja, berjalanlah dari sana enam orang laki-laki yang berbadan besar-besar, ada orang yang menganggap bahwa ke enam orang ini adalah bersaudara. Mereka ini adalah pengembara-pengembara. Nama-nama mereka adalah:
1.                  Puang Rimulu’
2.                  Mangkoana (Lando Belue’)
3. Pongka Padang (Puang Rilembong)
4.                  Bombong Langi’
5.                  Lando Guntu’
6.                  Lombeng Susu.
Keenam laki-laki ini tidak ada orang yang tau dari mana asal mereka. Lalu mereka masing-masing memilih daerah yang mereka senangi untuk di duduki sekaligus dijadikan daerah tempat tinggal, antara lain:
  1. Puang Rimulu’ tinggal di Rante pao (Tanah Toraja)
  2. Lando Belue’ pergi ke Bone dan tinggal di sana,
  3. Bombong Langi’ ke Masuppu
  4. Lando Guntu’ ke Duri
  5. Lombe susu ke Lohe Galumpang
  6. Pongka Padang terus ke Tabulahan.
Adapun yang akan kami ceritakan disini ialah bagaimana perjalanan Nene’ Pongka Padang, karena dialah yang menjadi nene’ moyang kami orang Tabulahan.

Pada waktu itu Pongka Padang berangkat dari Hulu Sa’dan dengan tidak merasa lelah, dia terus menelusuri gunung yang satu ke gunung yang lain yaitu:  Dia meneleusuri Gunung Kepa’, kemudian terus lagi dan melewati Gunung Landa Banua, dan terus lagi melewati Gunung Mambulillin, dan terus lagi menuju Gunung Buntu Bulo ahirnya dia tiba di suatu daerah yang sekarang dikenal dengan nama “Tabulahan” yang pada waktu itu masih berupa hutan belantara, yang ditumbuhi bambu-bambu kecil (“bulo” dalam bahasa Tabulahan). Daerah ini dulu dikenal dengan nama “Bulo Mahpa”, dan belum ada satu orangpun yang tinggal di daerah tersebut.
Pada waktu Pongka Padang melakukan pengembaraan, dia di sertai dengan dua orang pengawal yang mempunyai tugas masing-masing yaitu:
  1. Satu orang Pembawah gong (Padalin)
  2. Satu orang Pembawah Pedang dan sepu’ (jimat-jimat, pakaian dan lain-lain).
Nama ke dua orang pengawal tersebut hanya satu orang yang di ketahui namanya sampai sekarang yaitu: ta “Malillin/Mambulillin”. Akan tetapi dalam perjalanannya Mambulillin terserang penyakit yang parah, sehingga mereka harus tinggal di atas sebuah Gunung. Namun tidak beberapa hari lamanya mereka tinggal di atas gunung tersebut, ternyata keadaan Mambulillin semakin parah dan akhirnya meninggal dunia lalu Pongka Padang menguburkan di atas gunung itu. Itulah sebabnya gunung itu diberi nama: “Gunung Mambulillin” sebab tempat di kuburkannya Mambulillin.

Nene’ Pongka Padang meneruskan lagi perjalanannya bersama seorang pengawalnya, tapi sayang sekali sebab nama pengawal tersebut tidak di ketahui sampai sekarang. Namun sejarah membuktikan bahwa memang masih ada satu orang pengawal yang berjalan dengan Pongka Padang pada waktu itu sampai di Gunung Buntu Bulo di Tabulahan. Kemudian hari baru mulai muncul nama “Polo Padang”, tapi sampai sekarang tidak ada yang bisa memastikan kalau memang betul itu adalah “Polo Padang” yang dimaksud.
Dalam pengembaraan Pongka padang, dia sanggup menelusuri semua daerah sampai di pinggiran pantai. Akan tetapi dia tidak menemukan suatu daerah yang cocok baginya. Dan akhirnya dia kembali ke Gunung Buntu Bulo di daerah Tabulahan dan tinggal di atas. Setelah beberapa hari tinggal di atas gunung itu, dia mulai mengalami mimpi-mimpi yang baik dan merasakan bagaimana sejuknya cuaca yang ada di gunung itu dan juga nyamuk tidak terdapat di situ. Maka dia memutuskan untuk bertempat tinggal di atas Gunung itu.

Pada suatu waktu Pongka Padang melayangkan pandangannya ke sekitar daerah itu karena ingin melihat bagaimana keindahan pemandangan alamnya, tiba-tiba tampak olehnya asap api yang membumbung tinggi ke langit di gunung sebelah barat dari tempatnya. Melihat asap itu, dia sangat heran dan terkejut sekali, karena dia berpikir: ‘Bagaimana mungkin ada orang lain tinggal disini? Bukankah baru saya yang menduduki daerah ini? Oleh karena itu, gunung Tersebut dia beri nama Gunung “Kapusaang” yang artinya Gunung “keheranan” (bahasa tabulahan “Pusa’ artinya heran”), karena heran melihat asap api yang ada di gunung itu.
Apa yang di lakukan selanjutnya oleh Pongka Padang ialah mengutus pengawalnya ke gunung tersebut untuk mencari tau apa sebenarnya yang ada di sana. Lalu pengawalnyapun pergi dengan pesan dari Pongka Padang katanya: “Pergilah ke gunung yang di sebelah itu untuk melihat siapa gerangan yang ada di sana, dan kalau kau sampai di sana lalu kau mendapati seseorang, silahkan tanyakan siapa namanya dan dari mana dia datang.” Lalu pengawalnya ini pergi seturut apa perintah majikannya. Setibanya di sana diapun sangat keheran-heranan ketika dia melihat seorang wanita yang sangat cantik sekali berambut panjang dan berkulit putih bersama dengan seorang pengawalnya.
Dengan perasaan takut dan ragu-ragu, si pengawal ini menghampiri wanita tersebut dan berkata kepadanya: ”Saya datang diutus oleh majikan saya untuk menemui anda sebab dia telah melihat ada asap di sekitar daerah ini dan ternyata benar ada orang yang tinggal disini. Dan saya juga di suruh untuk menanyakan siapa nama anda dan berasal dari mana?” Lalu perempuan itu menjawab katanya: “Pulanglah kembali ke pada majikanmu dan katakan; ‘Nama saya ialah “Torije’ne’” yang artinya “orang yang datang dari laut”, karena saya memang datang dari laut dengan memakai perahu, dan nama pengawal saya adalah “Pue Mangondang”. Sesudah itu maka pengawal Pongka Padang ini pulang kembali ke Gunung Buntu Bulo untuk menyampaikan semuanya itu kepada Pongkapadang.
Sesampainya di atas, bertanyalah Pongka Padang kepadanya demikian: “Apa yang kau dapati di sana?” Pengawal itu menjawab: “Saya mendapati dua orang di sana, yang satu perempuan cantik berambut panjang dan berkulit putih, dan yang satu lagi laki-laki sebagai pengawalnya. Yang perempuan bernama “Torije’ne’” dan pengawalnya bernama “Pue Mangondang”, selain sebagai pengawal, Pue Mangondang juga adalah saudara sepupu dari Torije’ne’. Mereka katanya berasal dari laut dengan memakai perahu.” Lalu berkata lagi Pongka Padang kepada pengawalnya: “Kau pergi lagi ke sana dan katakan kepada mereka; ‘Bolekah kita tinggal bersama-sama di satu tempat?’” Lalu pengawal itupun pergi lagi untuk kedua kalinya. Setelah sampai di sana dia berkata kepada Torije’ne’ katanya: “Majikan saya menyuruh menanyakan apakah anda setuju jika kita tinggal bersama-sama dalam satu tempat? atau bagaimana? Lalu Torije’ne’ menjawab: “Ya, baiklah. Sekarang kau kembali kepada majikanmu dan katakan; ‘Boleh, tapi saya minta kalau dia bisa kemari karena saya ingin bertemu dengan dia.” Pengawal itu pulang dengan perasaan senang kepada majikannya dan menyampaikan segalah apa yang di katakan oleh Torije’ne’.
Pongka Padang sangat gembira dan senang mendengar apa yang disampaikan oleh pengawalnya itu, dimana perempuan itu ingin bertemu dengannya dan setuju untuk tinggal bersama di satu tempat. Pada saat itu juga Pongka Padang mempersiapkan segalah sesuatunya dan dia berangkat menuju Gunung Kapusaang tempat dimana perempuan itu berada. Sesampai disana, Torije’ne’ langsung menyambut dia dengan baik dan dia bertanya: “Siapa nama anda?” Jawab Pongka Padang :”Nama saya Pongka Padang , yang artinya “sudah banyak gunung saya telusuri sampai saya bisa tiba di daerah ini”. Nama saya yang sebenarnya ialah: Puang Rilembong, tapi karena sudah banyak gunung yang saya telusuri sehingga saya memberi nama diri saya Pongka Padang.” Torije’ne’ melanjutkan pertanyaannya dengan mengatakan: “Apa rencanamu untuk datang ke mari?” Tapi Pongka Padang balik bertanya katanya: “Bagaimana ceritanya sehingga kau bisa sampai di sini?” Torije’ne’ menjawab: “Saya ini datang dari laut dengan memakai perahu pada waktu air pasang, lalu perahu saya ini terkandas di atas gunung ini. Setelah air kembali surut perahu saya tidak bisa lagi di tarik ke laut sehingga saya tinggal saja di gunung ini. Jadi nama saya Torije’ne’ yang artinya: “Orang yang datang dari laut”. Lalu kata pongka padang: “Bagaimana kalau kita tinggal bersama di suatu tempat? Torije’ne’ menjawab katanya: “Kenapa tidak, itu sangat baik.”
Pada waktu itu Pongka Padang dengan Torije’ne’ mulai bermalam bersama-sama di atas Gunung Kapusaang selama tiga malam, dan pada waktu itu juga mereka resmi menjadi suami istri. Setelah sampai tiga malam tinggal di kapusaang, berkatalah Pongka Padang: ”Bagaimana kalau kita pergi dan bermalam lagi di Gunung Buntu bulo, gunung yang di sebelah itu? Torije’ne’ menjawab: ”Baiklah”. Lalu mereka pergi menuju Gunung Buntu bulo, dan bermalam di atas gunung itu. Setelah sampai tiga malam mereka bermalam di atas, berkatalah Pongka Padang: “Menurut kamu bagaimana perbedaan antara Gunung Kapusaang denga Gunung Buntu bulo ini? Torije’ne’ menjawab katanya: “Saya rasa baik di sini” Kata Pongka Padang lagi: “Jadi bagaimana kalau kita buat rumah di sini?” Torije’ne’ menjawab: “Terserah kamu. Saya tidak katakan ia dan juga tidak. Pokoknya terserah kamu sebab laki-laki yang menentukan bukan perempuan, hanya saja sebab perahu dan lesung bersama antan saya masih ada di gunung kapusaan.” Lalu kata Pongka Padang: “Biarkan saja tinggal di sana nanti kalau ada kesempatan bisa kita lihat ke sana, ini saya katakan sebab daerah ini sangat baik untuk kita tempati, juga aman sebab bukan hanya saya yang merasakan tapi kamu juga sudah merasakannnya ya?.” Lalu jawab Torije’ne’: ”Ia, saya juga rasakan bagaimana bagusnya daerah ini, dan saya juga senang tinggal di sini.”
Mulai saat itu mereka tinggal di atas Gunung Buntu bulo sampai mereka mempunyai tuju orang anak, yang di kenal dengan nama “To Pitu” yang artinya “Ketuju orang”. Adapun nama-nama mereka ialah;
  1. Daeng Manganna
  2. Mana Pahodo(Buntu Bulo)
  3. Simba’ Datu
  4. Pullao Mesa
  5. Daeng Lumalle
  6. Bura’ Le’bo’
  7. Pattana Bulan
Ada beberapa sumber (orang tua) yang mengatakan bahwa ke-7 orang ini tidak ada yang pergi meninggalkan Tabulahan, mereka semua tinggal dan bermukim di Tabulahan sampai mereka menjadikan lagi keturunan yang dikenal dengan “To Sampulo mesa” artinya “Keseblas orang”.[1] Akan tetapi ada juga sumber (orang tua) yang mengatakan bahwa hanya Daeng Manganna, Buntu Bulo, Bura Le'bo' dan Pahtana Bulang yang tinggal di Tabulahan, sementara Mana Sala'bi' ke Pakko (Tandalangan), Simba Datu ke Lembang Mapi (Tandasau) dan Pullao Mesa ke Masorang (Tandalangan).[2]
Selanjutnya Daeng   Manganna  kawin  dengan  saudaranya  bernama  Bura Le'bo'. Karena keduanya masih bersaudara maka diharuskan memotong  seekor  babi sebagai tanda bahwa persaudaraan/hubungan keluarga mereka diputuskan dulu, hal ini dilakukan supaya   selamat   dan berbahagia dalam  rumah  tangganya. Upacara ini disebut “Ma’lentengan Buntu” (bahasa Tua Tabulahan). Dan dengan   berkat  Alataala,  maka  keduanya  telah  melahirkan sebelas orang anak yang dikenal dengan “To Sampulo Mesa” (Keseblas Orang). Adapun nama-nama keseblas orang ini dan tempat tinggal mereka ialah:
  1. Dettumanan di Tabulahan
  2. Ampu Tengnge’(Tammi’) di Bambang
  3. Daeng matana di Mambi
  4. Ta Ajoang di Matangnga
  5. Daeng Malulung di Balanipa(Tinambung)
  6. Daeng Maroe di Taramanu’ (Ulu Manda’)
  7. Makke Daeng di Mamuju
  8. Tambuli Bassi di Tappalang
  9. Sahalima di Koa(Tabang)
  10. Daeng Kamahu (Ta Kayyang Pudung) di Sumahu’ (Sondoang)
  11. Ta La’binna di Lohe Galumpang(Mangki tua).

II.                SILSILA DAN PENYEBARAN KETURUNAN KE DAERAH-DAERAH LAIN
Kemudian Dettumanan  kawin  dengan seorang perempuan anak cucu dari Lombe Susu bernama Puelebuttang, asal dari Mangki Tua (Lohe) lalu memperanakkan 5 orang anak yaitu:
1.      Soya
2.      Manatanda
3.      Pakiringan
4.      Ta Hengkona
5.      Ta Kaise'
  Soya dan Manatanda bermukim di Tabulahan.  Pakiringan  mula-mula  ke  Kalonding  bagian  Mamuju dan kemudian ia  kembali lagi,  lalu Ayahnya menyuruh dia ke Osango bersama  seorang hambanya bernama Pambate. Dan inilah yang menjadi asal nenek moyang orang Taupe (Osango).
  Ta Hengkona dikawini oleh seorang lelaki bernama Bundangulu anak cucu  dari Simba Datu asal dari Matanga, lalu mereka tinggal di Baitang (Aralle).
  Ta Kaise  dikawini  oleh  seorang  lelaki  bernama Manalolo saudara dari Bundangulu. Mereka tinggal di Tapako (Aralle).
Kedua  lelaki  ini (Bundangulu & Manalolo), begini ceritanya: Simba Datu (To Pitu) meperanakkan Marimbun, lalu Marimbun kawin  dengan  seorang lelaki bernama Parinding Bassi  anak  dari  Pullao  Mesa  di  Masorang lalu keduanya memperanakkan  ta Ayoan.  Ta Ayoan  memperanakkan  Bundangulu dan Manalolo. Itulah nenek moyang atau asal keturunan di Aralle.
Adapun silsila Keturunan mulai dari Soya’ adalah sebagai berikut:
  Soya                 memperanakkan      Bembe
  Bembe            memperanakkan        Daeng Siande
  Daeng Siande     memperanakkan  Matanning
  Matanning        memperanakkan Ahuang di Dadeko
  Ahuang di Dadeko memperanakkan Todisondongi, Singka
  Todisondongi     memperanakkan:    
1. Daeng Mallipung 
2. Daeng Mangemba    
3. Eloangin 
4. Ata
  Daeng Mallipung   memperanakkan Toumpellei Dasanna     
  Toumpellei Dasanna memperanakkan Daeng Pallaha
  Daeng Pallaha      memperanakkan Malinga',  Ende
  Malinga'          memperanakkan  Moko' , Tangkahang
  Moko'             memperanakkan: 
1. Ta Kaliasa'    
2. Ta Behe 
3. Ta Tangkahang 
4. Ta Saehang

  Ta Kaliasa' kawin dengan Su'beng anak cucu dari Ata saudara dengan Mallipung lalu memperanakkan:
1.      Ta Parinding
2.      Ta Loma'
3.      Ta Letung
4.      ---

  Ta Parinding  kawin  dengan  ta Banna  anak  cucu dari nenek Daeng Mangemba, lalu memperanakkan ta Sibuntang.
  Ta Sibuntang  kawin  dengan  ta Palulungan  saudaranya  Tuan Parenge  (Tamangkoa)   anak   cucu  dari  ta Behe  saudaranya ta Kaliasa'  lalu  memperanakkan:
1.      Ta Mangoli , 
2.      Ta Kambelu,
3.      Ta Molo,
4. Ta Kehsu'
5.      Ta Mandayai (Lain Ibu)
Ta Loma' kawin dengan ta Ente lalu memperanakkan ta Sempa. Ta Sempa memperanakkan:
1.      Ta Su'bu
2.      Ta Sondo
3.      Ta Ta'le
(Ada juga Catatan/sumber dari keluarga di Rante Dango (anak cucu dari Pahialang) yang mengatakan bahwa Ta loma' memperanakkan ta Kahoping, selanjutnya ta Kahoping memperanakkan Pasoe, Pasoe memperanakkan...???..., Selanjutnya ...???... Memperanakkan 4 orang ( Eja, Sitti Allo, Daeng Lumombang, ???), Sitti Allo memperanakkan ta Tamba', ta Tamba' memperanakkan Simba'  Allo, Simba' Allo memperanakkan TA Kimba', Ta Kimba' memperanakkan Pahialang).
Ta Sondo  kawin  dengan  ta Mokang  saudara dari Sampanga (Pue Masalung) anak cucu dari nenek Ata lalu memperanakkan:
1.      Ta Deppung
2.      Ta Madi
3.      Ta Ayo
4.      Ta Dottong
5.      Ta Bassi
6.      Ta Sambeng Bulahang
Ta Dottong kawin dengan ta Mangoli lalu memperanakkan:
1.      Ta Boha'
2.      Ta Maya'
3.      Simba Datu
4.      Patundan (Barends)
5.      Aruang Boyo
6.      Pahtaro Pura (Ta Ma'ta).
 
Ta Behe  saudaranya  ta Kaliasa' kawin dengan seorang lelaki bernama ta Buli,  lalu  memperanakkan  2  orang  yaitu: 
1.      Ta Lento,
2.      Ta Tau'.
  Ta Lento kawin dengan ta Hapu lalu memperanakkan:
1.      Ta Palu'lungan
2.      Ta Sondong
3.      Ta Sapahu
4.      Ta Betanga'
5.      Ta Sangkalla'
6.      Ta Imba'
7.      Ta Besu'
Ta Mangkoa (Parenge') (Baliada')
9.      Ta Isungan

  Ta Mangkoa kawin dengan ta Berindu lalu meperanakkan:
1.      Tande Bua'
2.      Takakiing
3.      Tasitakkan
 Daeng  Mangemba  memperanakkan La'lang. Ta La'lang memperanakkan:
1.      Sambo
2.      Lita',
3.      dll.
Sambo memperanakkan:
1.      Latangke, dan
2.      Indo Malliki'. 
Latangke meperanakkan:
1.      Ta Ponang, 
2.      Tatu'. 
Ta Ponang  kawin dengan To Diparang  lalu memperanakkan:
1.      Ta Sassang, 
2.      Tabanna,
3.      Tadahu'.
Ta Sassang kawin dengan ta La'le' cucu  dari  Daeng  Mangemba  juga, lalu memperanakkan Polo Padang kepala  tua  di Saluleang bahkan hadat besar di tanah itu. Polo  Padang  kawin  dengan  ta Ayo  tetapi tak beranak. Kemudian kawin  lagi dengan ta Soe lalu memperanakkan:
1.      Mattayan,
2.      Ta Tona'.
  Ta Sapahu  kawin dengan Ta Limbu yang berasal dari Sumahu' anak cucu dari ta Magondoi lalu memperanakkan:
1.      Ta Sitti,
2.      Ta Buaran,
3.      Ta Leppang.
 Ta Sitti  kawin   dengan   ta Kandongi  bapaknya berasal  dari  Aralle, dan Ibunya berasal dari Tabulahan) lalu memperanakkan:
1.      Ta Samalang (Johannes)
2.      Ta Bena
3.      Ta Nanti
Ta Buaran tidak mempunyai anak.
Ta Leppang  kawin  dengan  Aruang  Bonga  anak dari Aruang Pasau' lalu memperanakkan Dettumanan.
Ta Limbu diangkat menjadi Pangulu Tau (Pa' bahani) (Pemberani).

Ta Mandayai kawin dengan Baka dan Pahialang lalu memperanakkan: 
1. Ta Nännu' 
2. Massebali
3. Panansi (indo Bayang)
4. Saekuna (indo Hele)
5. Beyannang (indo Domeng)
6. Ta Besopi (mama Ani)
7. Ta Paohong (pua' Nehe')
Ta nännu' kawin dengan (??) Lalu memperanakkan: 
1. Lai' Buta
2. Kaseng
3. Daeng

Lai' Buta memperanakkan:
1. Cicci
2. Maju
Maju Memperanakkan:
1. Wati
2. Ical
3. Uni
4. Ani
5. Ama

Massebali  Kawin dengan Penda lalu memperanakkan:
1.      1. Sindang (ambe Deri)
2.      2. Katrina (Kahti)
3.      3. Merpati (Mama' One')
4.      4. Neti (indo Muri)
5.      5. Dortea (indo Lentong)
6.    Limbong (indo Mangnganna)
7.    Dettumanang(ambe He'mang)
8.      8. Martinus (ambe Riang)
9.   Marta (lain ibu)
10. Mece
11. Pince
12. Demma
Merpati Massebali kawin dengan Ruben Ahpa, lalu melahirkan sebenarnya 18 orang anak, tapi hanya beberapa orang yang sempat diberi nama, sementara yang lain belum sempat diberi nama dan sudah meninggal (istilah dalam bahasa tabulahan: Tahhi’). 
Adapun yang  diketahui nama-namanya adalah:
1.      1. Paul Ahpa (Almarhum)
2.    Mariones Ahpa
3.    Ester Ahpa (almarhumah)
4.    Marta Ahpa (Almarhumah)
5.   ??
6.      6. Benyamin Ahpa (Almarhum)
7.   Yefta Ahpa (Almarhumah)
8.   ??
9.   ??
10. ??
11. ??
12. ??
13. YarianusAhpa
1    14. HananiAhpa (Almarhumah)
1 15. Silvanus Ahpa (Almarhum)
       16.   ApolosAhpa
17.  ??
18. ??

Apolos Ahpa pergi merantau ke Sulawesi Utara dan kawin dengan Maryanti Dipan (Minahasa Utara), dan memperanakkan:
1.      Eirene Anastasya Ahpa
2.      Achazia Justina Torije’ne’ Ahpa



III.             NAMA-NAMA KEPALA HADAT DAN WAKIL-WAKILNYA (BALI ADA') DI TABULAHAN
Adapun nama  kepala-kepala  hadat yang dilantik bahkan didudukkan diatas kepala Kerbau sebagai tanda resmi menjadi kepala hadat (Kepala hadat yang telah di setujui oleh Rakyat Tabulahan adalah sebagai berikut:
1.      Dettumanan
2.      Soya'
3.      Bembe
4.      Daeng Siande
5.      Matanning
6.      Ahuang di Dadeko
7.      Todisondongi
8.      Daeng Mallipung
9.      Toumpellei Dasanna
10.  Daeng Pallaha
11.  Malinga
12.  Moko'
13.  Ta Kaliasa'
14.  Ta Pahinding
15.  Ta Mangoli
  WAKIL-WAKIL (BALI ADA)ADALAH SEBENARNYA POSISINYA SAMA DENGAN KEPALA HADAT, JADI MUNGKIN COCOK DISEBUT WAKIL ATAU KEPALA HADAT II:
Ahuang di Dadeko dibantu/diwakili oleh Tandong Bulawan.
Todisondongi dibantu/diwakili oleh Todibalabatu.
Daeng Mallipung dibantu/diwakili oleh Ambe Pahallu.
Toumpellei Dasanna dibantu/diwakili oleh ta Doo (Daeng Mangende).
Daeng Pallaha dibantu/diwakili oleh ta Mendai'.
Malinga dibantu/diwakiliTandi Pallu I.
Moko' dibantu/diwakiliAmbe Bakia'
Malliki dibantu/diwakiliTandi Pallu II.
Ta Pahinding dibantu/diwakiliTa Malliki'.
Ta Mangoli dibantu/diwakilita Mangkoa.
Tentang  wakil-wakil atau yang membantu  kepala  hadat dalam daerah ini (Tabulahan) tidak  tetap  turunannya, melainkan dipilih saja seturut kemauan kepala hadat.




BAB II
KETURUNAN PONGKA PADANG YANG MENDIAMI
PITU ULUNNA SALU KARUA TIPARITTI’NA UAI/KARUA BA’BANA MINANGA (PUS-KTU)
DI BAWAH KEKUASAAN TABULAHAN


I.                   PITU ULUNNA SALU KARUA TIPARITTI’NA UAI (KARUA BA’BANA MINANGA) (PUS-KTU)

A.    PITU ULUNNA SALU
Keturunan  Pongka  Padang  mendiami Tanah Toraja mamasa yang kini lazim disebut Pitu Ulunna Salu, karua tiparitti'na uai. Pada mulanya  tanah   ini  bukan  di  namai  demikian,  melainkan dinamai: Lita'na  to pitu di ulunna Salu artinya tanah dari 7 orang yang ada di hulu sungai (7 orang anak Pongka Padang).
Yang  mula-mula berjalan keliling memberi batas akan tanah ini, yakni  seorang anak dari Pongka Padang yang bernama Pullao Mesa.  Kemudian  berangkat  pula  Daeng  Manganna dan Mana Pahodo untuk memberi nama pada daerah setempat.
Seorang  dari pada  mereka  itu  memakai tongkat dahan kayu cendana yang masih mentah. Setelah tiba di daerah (bagian Mandar) tongkat kayu Cendana itu ditanam lalu tumbuh. Oleh  sebab  itu  daerah tersebut diberi nama Kampung Cendana.
Lita'na  to  pitu diulunna salu kemudian diberi nama: Pitu ulunna salu  karua  tiparitti'na  uai yang artinya 7 hulu sungai, dan 8 anak (muara) sungai. Kata itu suatu kiasan adanya. Pitu Ulunna Salu artinya tujuh kekuasaan. Sebab pada mulanya Tabulahan  mempunyai  kuasa  pada  7  negeri, pada tiap-tiap daerah tersebut mempunyai tanggungan/ keharusannya masing-masing. Adapun nama  ketujuh negri/kekuasaan itu yaitu:
1.      Aralle
2.      Mambi
3.      Bambang
4.      Rantebulahan
5.      Matanga
6.      Tu'bi/mala’bo’
7.      Tabang (Tandung)
B.     KARUA TIPARITTI’NA UAI (KARUA BA’BANA MINANGA)
Karua  tiparitti'na uai artinya “delapan anak muarah sungai atau delapan daerah kekuasaan yang kecil, daerah ini mempunyai tanggungan atau keharusan  agak kurang  dibanding ke 7  negeri di atas.  Adapun nama kedelapan daerah kekuasaan itu ialah:
1.      Mesawa
2.      Ulumanda'
3.      Sondoan (Keang)
4.      Panetean
5.      Mamasa
6.      Osango
7.      Orobua
8.      Tawalian
C.    GELAR-GELAR DAN TANGGUNG JAWAB DAERAH-DAERAH DI PITU ULUNNA SALU KARUA TIPARITTI’NA UAI.
C.1. GELAR TABULAHAN
  Tabulahan adalah penguasa atau tanah yang merdeka. Gelar atau nama Tabulahan adalah:
    1. Petaha mana', pebita' pahandangan
    2. Petoe saku', peanti kadinge' pedekeng kahatuang.
    3. Indona Lita'
    4. Tomepaihanna Pitu ulunna salu, karua tiparitti'na uai.

Yang artinya:
1.        Pembagi warisan dalam  pusaka  bahkan  batasan  tanah  yang sudah diberikan masing-masing, penentu/pembicara/pemutus dalam acara-acara perkawinan dan pertemuan-pertemuan.
2.        Pemegang ibadat  untuk  Pitu  ulunna salu karua tiparitti'na uai supaya  selamanya keberkatan, “dan kalau ada seseorang yang  berbuat  kejahatan, maka orang itu harus datang di Tabulahan  supaya   diberkati   pula  dengan  memakai  “saku' kadinge' dan  kahatuang”  supaya  kembali baik (tahir) pula dipandang Allah Taala.   Dalam bahasa tua mengatakan: “Ladisaku'i, ladikadinge’i sala anna malai titanan punti, tiasak kahatuan illalan botto lita'na sule”
3.        Ibu/tuan  Tanah/ pemilik tanah  dari Pitu ulunna salu karua tiparitti'na uai.
4.        Pemepegang pemali-pemali/(Pendoa syafaat) untuk penduduk PUS dan karua tiparitti'na  uai  supaya  mereka selalu dalam keadaan yang aman dan sentosa.
C.2. GELAR-GELAR DAN TANGGUNG JAWAB DAERAH-DAERAH PITU ULUNNA SALU (PUS)

Gelar-gelar dan tanggung jawab (keharusan) dari daerah-daerah Pitu Ulunna Salu adalah sebagai berikut:
1.      Aralle
    Digelar:
a.        Indona ba'bana lembang, toma'kadanna to Pitu ulunna salu.
b.        Todipa'ulua  dimana' 
Artinya: 
a.        Indona  Aralle menerima/mendengar segala   pembicaraan-pembicaraan  penduduk  dalam  Pitu ulunna salu, lalu  pembicaran  itu dibawanya  datang   di   Tabulahan   supaya diselesaikan atau diurus, selanjutnya keputusan dari urusan tersebut, diteruskan oleh Indona Aralle kepada kepala-kepala hadat di Pitu Ulunna Salu yang bersangkutan.
b.        Aralle adalah yang pertama-tama mendapat pembagian warisan.
2.      Mambi
Digelar:
a.      Indona Lantang Kada Nene
b.      Lempoh kuring, paya kandeang
Artinya :
  1. Di  Mambie,  tempat bertemunya/berkumpulnya kepala-kepala hadat Pitu ulunna  salu  karua tiparitti'na uai untuk membicarakan “katibangunganna  lita',  kamahosonganna  ma'rupa  tau” (pembangunan dan kesejahteraan umat/masyarakat),  atau membicarakan perkara-kara  yang   lain   yang   patut  dibicarakan  dalam pertemuan kepala-kepala  hadat.  Segala pembicaraan itu atau segala keputusannya,  harus  disampaikan  pada  Indona lita' (Tabulahan) supaya  dimohonkan  berkat atas pembicaraan itu, supaya hasil pembicaraan itu mendatangkan bahagia/terealisasi.
  2. Tanggungan   indona  Mambie  yaitu  melayani (menjamin/memberi makan) kepala-kepala  hadat  dalam  pertemuannya  selama  mereka bersidang/ma’limbo.
3.      Bambang
Digelar:
    1. Sangkiran tinting, pandaga lappa-lappa
    2. Su' buang ada’
Artinya:
  1. Sebagai  penungguh tali yang menghubungkan satu negeri  pada  negeri  yang  lain.  Yaitu kalau ada yang membuat satu  kejahatan  yang  akan  merusakkan  tanah  Pitu ulunna salu karua tiparitti'na uai maka Indona Bambang mulai mengajar mereka menurut  undang-undang  hadat. 
  2. Dan juga Indona Bambang adalah tempat menyimpan sementara orang yang melanggar adat (aturan).
4.      Rantebulahan
Digelar:
a.      Indona lembang,  Tomakakanna lita'.
b.      Toma' dua Taking,  toma' tallu sulekka untetenge kondo  sapata. 
Artinya:
a.      Daerah yang  dipandang  kaya di Pitu Ulunna Salu, dan diwajibkan akan  membayar denda setiap orang yang mendapat denda  karena  perbuatannya melanggar aturan adat,  supaya ada perdamaian kembali.
b.      Diberi  hak  akan menjaga keamanan; dan  memperdamaikan  orang  yang  berselisi dengan memberi hadiah  selaku  upahnya  supaya  kedua pihak tidak berselisih lagi, melainkan damai.
5.      Matanga
Digelar:
Adiri Tatempong , tamba Tammalate
Artinya :
Tiang yang kokoh, yang akan  menyokong/menopang  jatuh dan bangunnya penduduk Pitu ulunna salu karua tiparitti'na uai.
6.      Mala'bo
Digelar:
Tandu'  kalua' palasang marosong
Artinya:
Selaku dinding temboknya Pitu ulunna salu karua tiparitti'na uai apabila  ada  bangsa lain yang akan merusakkan tanah ini (Benteng/Hulu balang).

7.      Tabang
Digelar:
a.           Baka disura, gandang diroma.
b.           Talaunna kada nenek bubunganna kada tomatua
Artinya:
a.         Baka disura gandang diroma itu selaku pusakanya saja.
b.         Pembatas ketujuh kekuasaan negeri yang sama kuasa.
 C.3. GELAR DAN KEHARUSAN NEGERI-NEGERI YANG DI BERI NAMA KARUA  TIPARITTI'NA  UAI  (KTU)(KARUA BA’BANA MINANGA (8 MUARA SUNGAI)
1.      Mesawa
Digelar:
Talinga  rarana  to  Pitu  ulunna  salu,  mata bulawanna karua  tiparitti'na  uai.
Artinya: 
Mata-mata  bagi barangsiapa yang hendak masuk Pitu ulunna salu karua tiparitti'na uai dengan maksud jahat. Jika ada, maka dengan segera memberi kabar atau laporan kepada Indona  Mala'bo',  supaya ia dapat bersedia dengan selengkapnya.
2.      Ulu Manda':
Digelar:
Sulluhanna  kada  nene  balatana'na  Kondo Sapata.
Artinya:
Batas tanah penduduk Pitu Ulunna Salu Karua Tiparitti'na Uai.
3.      Sondoan
Digelar:
Sama dengan gelar Ulumanda'.
4.      Panetean
Digelar:
Tampa'na   Tabulahan  
Artinya
Batas  tanah Tabulahan dan Aralle.
5.      Mamasa
Digelar:
a.      Rambu saratu
b.      Limbong  kalua,  tasik  malolanganna Indona Tabulahan.
 Artinya:
a.      Banyak tanggungan-tanggungan atau perjanjian-perjanjian yang  dipertanggungkan  Indona Tabulahan kepada  Indona  Mamasa.
b.      Tanah yang seluas itu (lembang Mamasa)  dapatlah  dimasuki Indona Tabulahan dengan meminta sembarang apa  saja menurut  perjanjiannya  umpama: Beras padi  dll.,  supaya penduduk di tanah itu selamat dalam kediamannya.
6.      Osango 
Digelar: 
a.      Tomataianna  Totumandongi'na Indona Tabulahan tana lembanna Mamasa
b.      Tokkeran   Sepu'  
Artinya
a.      Penjaga kesetiaannya Indona  Mamasa   pada   tanggungan-tanggungan   yang   sudah ditanggungnya
b.      Tempat menyimpan tanda-tanda  peringatan perjanjian-perjanjian bagi Lembah Mamasa.
7.      Orobua:
Digelar:
Tomengkalambun bakaru
Artinya
“Pendatang baru” , Lembah Mamasa sudah di duduki atau di huni,  baru datang Indona Orobua yang bernama “Pasa'buan.”  Akan tetapi mereka juga diberi hak untuk datang menjual daun  enau  dan  daun  paku  lalu ditukar dengan padi oleh penduduk Mamasa, karena babinya telah dipotong waktu pembukaan sepu'  (jimat/perjanjian)di Osango.
8. Tawalian
Digelar:
“Tawali” 
disebut juga Indona sesena Padang.
Artinya
Tidak sempat lagi diberi  haknya,   melainkan  disamakan  saja  dengan  Indona Mamasa, Mereka ini berasal dari Passokkoran bahagian Balanipa.   Neneknya  bernama Pottoni' Punda'da' Puppenda, Ponggasa'. Pottoni' di Tawalian Ponggasa' di Buntu buda (Mamasa).



BAB III
ATURAN ATAU UNDANG-UNDANG
DI DAERAH
PITU ULUNNA SALU KARUA TIPARITTI’NA UAI

Adapun aturan  atau undang-undang  pada  masa  itu  disebut: “Pappuli tedong, pallottong  karambau”. Aturan ini berlaku Pada  masa  nenek Daeng Manganna dan saudara-saudaranya sampai pada nenek Dettumanan dan saudara-saudaranya. 
Pada masa itu  boleh dikata, tanah ini aman, jarang  terjadi  pembunuhan, pencurian dll.  “Pappuli tedong, pallottong karambau bisa diartikan dengan: Mata ganti mata, gigi ganti gigi (band. Mat 5:38) ( Pappuli=pallottong artinya baku ganti sama banyak, sama harga; Tedong=karambau  artinya kerbau.) Secara hurufiah dapat diartikan dengan “Kerbau diganti dengan Kerbau” atau “Pembalasan yang setimpal”.
Namun beberapa  lama  kemudian, maka datanglah  dan diizinkanlah  to Mämpu'  yang berasal  dari  Tandalangan untuk tinggal  di Rantebulahan.
Sekali   peristiwa   terjadilah  pembunuhan  disana  (di daerah Mambi, Rantebulahan). Menurut  undang-undang atau aturan yang berlaku bahwa sipembunuh harus dibunuh juga.
Akan tetapi  pada  waktu  itu  To Mämpu'  membuat satu permintaan kepada  yang  berwajib  di  Tanah  ini,  ia minta supaya  undang-undang  Pappuli  tedong  pallottong  karambaudiganti dengan undang-undang yang lain.
  To Mämpu' berkata:
a.       "Dikondo terong, ditampa bulahang" (artinya: Kerbau diperbaiki/diurut, emas dibentuk)
b.      "Dibatta bihti' tau, tahpa dibihti'terong", (artinya: kaki orang dipotong, tapi kaki kerbau yang kena)
c.       "Dibatta bihti'terong, tahpa dibihti' bahi",(artinya: Kaki kerbau yang dipotong, tapi kaki babi yang kena)
d.      "Dihenge' punno, disahihi la'bi". (artinya: dipikul yang penuh, dijinjin lebihnya)
Maksudnya ialah:
Aturan yang baik diganti dengan yang lebih baik", segala permasalahan hendaknya diselesaikan dengan kepala dingin, janganlah membalas pembunuhan dengan pembunuhan pula, tapi Wajiblah kesalahan itu ditebus, dengan kata lain ditebus saja sudah cukup. Maksud dari pada Aturan ini ialah bahwa yang melanggar aturan cukuplah dibebani dengan mempersembahkan persembahan Korban, sebagai ganti pelanggarannya.
Dengan aturan barunya ini Tomampu'  menjelaskan kepada yang semua orang bahwa undang-undang yang diberikannya itu lebih baik dari pada yang dulu; Misalnya ada  seorang yang dibunuh. Maka keluarga dari pada orang yang  dibunuh  itu  harus  bersabar, jangan main hakim sendiri, tetapi serahkanlah kepada hadat untuk diselesaikan dengan baik. Aturan inilah yang berlaku sampai sekarang, sehingga apabila ada diantara orang yang melanggar aturan yang berlaku maka biasanya disuruh mempersembahkan korban berupa :Ayam, Babi, atau Kerbau.




Catatan dari Penulis alsi:
-          Inilah yang dapat kami tuliskan dan mudah-mudahan dapat membantu para pembaca untuk mengetahui bagaimana sejarah, latar belakang dan adat istiadat, serta silsila yang berlaku di daerah kami “Tabulahan” sampai sekarang. Dan jika ada tulisan kami yang tidak sesuai menurut pembaca kami mohon maaf.
Catatan Penerjemah:
-          Tulisan ini sebagian besar diterjemahkan langsung dari suber berbahasa Tabulahan Asli/bahasa tua oleh : Apolos Ahpa (Pembantu Penerjemah Alkitab Berbahasa Tabulahan) bersama dengan Penerjemah Alkitab Bahasa Tabulahan dari New Zeland (Robin M’kenzie), tanggal 10-15 September 1997.
-          Maaf karena sumber cerita ini sudah lama disimpan sehingga sumber/penulisnya tidak diketahui lagi, tapi arsip ini disimpan oleh Kel. Mangoli di Tabulahan, berdasarkan cerita turun-temurun dari nenek moyang kita.
-          Tadipotimpu’ pano di peneneang ang ditula’ sanganna yaling inde di sejarah, ampo’ lamendahi kakende’anna hupatau peampoanna Nene’ Pongkapadang (Penyebutan nama-nama Nene’ Moyang kita dalam sejarah ini, tidak akan menjadi kutuk, melainkan akan menjadi berkat dan perkembangan anak cucu dari Nene’ Pongkapadang.)
-          Mengenai Polopadang yang kemudian hari muncul sebagai teman seperjalanan/Pengawal dari Pongkapadang, bukan kel. Polopadang yang sekarang ini ada di Tabulahan, karena Kel. Polopadang yang sekarang ini berkembang di Tabulahan adalah Keturunan dari Pongkapadang( lihat silsilanya di atas).
Adapun orang-orang tua di Tabulahan yang mengetahui cerita ini adalah:
  1. Nene’ Emborang
  2. Nene’ Ambe Seping
  3. Nene’ Pua’ Pala’
  4. Nene’ Ambe Ale’
  5. Tandi Palli Pahung
  6. Pahtana
  7. Ruben Ahpa
  8. Sindang Massebali
  9. Tinuha Massebali
  10. Dan lain-lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu.....
Selamat membaca, semoga berguna.




[1] Emborang, Pahtana
[2] Daud Zima