BAB I
ASAL
MULA MANUSIA
DAN
PERMULAAN
TABULAHAN DAN SEKITARNYA DIHUNI OLEH MANUSIA
(Diterjemahkan dari bahasa Tabulahan ke dalam Bahasa
Indonesia dari
sejarah tulisan yang disimpan oleh Kel.Mangoli’ di Tabulahan dan ditambahkan
berbagai keterangan dari sumber-sumber yang dapat dipercaya)
I.
ASAL MULA MANUSIA DAN PERMULAAN
TABULAHAN DIHUNI OLEH MANUSIA.
Asal
mula manusia dan permulaan Tabulahan di huni dan di duduki orang sebagai suatu
pemukiman ceritanya adalah sebagai berikut.
Bersamaan dengan
terbitnya matahari di Ulu Sa’dang (Hulu Rante
pao) yang sekarang di kenal dengan
nama Tanah Toraja, berjalanlah dari sana enam orang laki-laki yang berbadan
besar-besar, ada orang yang menganggap bahwa ke enam orang ini adalah
bersaudara. Mereka ini adalah pengembara-pengembara. Nama-nama mereka adalah:
1.
Puang
Rimulu’
2.
Mangkoana
(Lando Belue’)
3. Pongka
Padang (Puang Rilembong)
4.
Bombong
Langi’
5.
Lando
Guntu’
6.
Lombeng
Susu.
Keenam laki-laki ini
tidak ada orang yang tau dari mana asal mereka. Lalu mereka masing-masing
memilih daerah yang mereka senangi untuk di duduki sekaligus dijadikan daerah
tempat tinggal, antara lain:
- Puang Rimulu’ tinggal di Rante pao (Tanah Toraja)
- Lando Belue’ pergi ke Bone dan tinggal di sana,
- Bombong Langi’ ke Masuppu
- Lando Guntu’ ke Duri
- Lombe susu ke Lohe Galumpang
- Pongka Padang terus ke Tabulahan.
Adapun
yang akan kami ceritakan disini ialah bagaimana perjalanan Nene’ Pongka Padang,
karena dialah yang menjadi nene’ moyang kami orang Tabulahan.
Pada waktu itu Pongka
Padang berangkat dari Hulu Sa’dan dengan tidak merasa lelah, dia terus
menelusuri gunung yang satu ke gunung yang lain yaitu: Dia meneleusuri Gunung Kepa’, kemudian terus
lagi dan melewati Gunung Landa Banua, dan terus lagi melewati Gunung
Mambulillin, dan terus lagi menuju Gunung Buntu Bulo ahirnya dia tiba di suatu
daerah yang sekarang dikenal dengan nama “Tabulahan” yang pada waktu itu masih
berupa hutan belantara, yang ditumbuhi bambu-bambu kecil (“bulo” dalam bahasa Tabulahan). Daerah ini dulu dikenal dengan
nama “Bulo Mahpa”, dan belum ada satu
orangpun yang tinggal di daerah tersebut.
Pada waktu Pongka
Padang melakukan pengembaraan, dia di sertai dengan dua orang pengawal
yang mempunyai tugas masing-masing yaitu:
- Satu orang Pembawah gong (Padalin)
- Satu orang Pembawah Pedang dan
sepu’ (jimat-jimat, pakaian dan
lain-lain).
Nama ke dua orang
pengawal tersebut hanya satu orang yang di ketahui namanya sampai sekarang
yaitu: ta “Malillin/Mambulillin”. Akan tetapi dalam perjalanannya Mambulillin
terserang penyakit yang parah, sehingga mereka harus tinggal di atas
sebuah Gunung. Namun tidak beberapa hari lamanya mereka tinggal di atas gunung
tersebut, ternyata keadaan Mambulillin semakin parah dan
akhirnya meninggal dunia lalu Pongka Padang menguburkan di atas
gunung itu. Itulah sebabnya gunung itu diberi nama: “Gunung Mambulillin” sebab
tempat di kuburkannya Mambulillin.
Nene’ Pongka
Padang meneruskan lagi perjalanannya bersama seorang pengawalnya, tapi
sayang sekali sebab nama pengawal tersebut tidak di ketahui sampai sekarang.
Namun sejarah membuktikan bahwa memang masih ada satu orang pengawal yang
berjalan dengan Pongka Padang pada waktu itu sampai di Gunung Buntu Bulo di
Tabulahan. Kemudian hari baru mulai muncul nama “Polo Padang”, tapi
sampai sekarang tidak ada yang bisa memastikan kalau memang betul itu adalah “Polo Padang” yang dimaksud.
Dalam pengembaraan Pongka
padang, dia sanggup menelusuri semua daerah sampai di pinggiran pantai.
Akan tetapi dia tidak menemukan suatu daerah yang cocok baginya. Dan akhirnya
dia kembali ke Gunung Buntu Bulo di daerah Tabulahan dan tinggal di atas.
Setelah beberapa hari tinggal di atas gunung itu, dia mulai mengalami
mimpi-mimpi yang baik dan merasakan bagaimana sejuknya cuaca yang ada di gunung
itu dan juga nyamuk tidak terdapat di situ. Maka dia memutuskan untuk bertempat
tinggal di atas Gunung itu.
Pada suatu waktu Pongka
Padang melayangkan pandangannya ke sekitar daerah itu karena ingin
melihat bagaimana keindahan pemandangan alamnya, tiba-tiba tampak olehnya asap
api yang membumbung tinggi ke langit
di gunung sebelah barat dari tempatnya. Melihat asap itu, dia sangat heran dan
terkejut sekali, karena dia berpikir: ‘Bagaimana mungkin ada orang lain tinggal
disini? Bukankah baru saya yang menduduki daerah ini? Oleh karena itu, gunung Tersebut
dia beri nama Gunung “Kapusaang” yang artinya Gunung “keheranan” (bahasa
tabulahan “Pusa’ artinya heran”), karena heran melihat asap api yang ada di
gunung itu.
Apa yang di lakukan
selanjutnya oleh Pongka Padang ialah mengutus pengawalnya ke gunung tersebut
untuk mencari tau apa sebenarnya yang ada di sana. Lalu pengawalnyapun pergi dengan
pesan dari Pongka Padang katanya: “Pergilah ke gunung yang di sebelah itu untuk
melihat siapa gerangan yang ada di sana, dan kalau kau sampai di sana lalu kau
mendapati
seseorang, silahkan tanyakan siapa namanya dan dari mana dia datang.” Lalu
pengawalnya ini pergi seturut apa perintah majikannya. Setibanya di sana diapun sangat
keheran-heranan ketika dia melihat seorang wanita yang sangat cantik sekali
berambut panjang dan berkulit putih bersama dengan seorang pengawalnya.
Dengan perasaan takut
dan ragu-ragu, si pengawal ini menghampiri wanita tersebut dan berkata
kepadanya: ”Saya datang diutus oleh majikan saya untuk menemui anda sebab dia
telah melihat ada asap di sekitar daerah ini dan ternyata benar ada orang yang
tinggal disini. Dan saya juga di suruh untuk menanyakan siapa nama anda dan
berasal dari mana?” Lalu perempuan itu menjawab katanya: “Pulanglah kembali ke
pada majikanmu dan katakan; ‘Nama saya ialah “Torije’ne’” yang artinya
“orang yang datang dari laut”, karena
saya memang datang dari laut dengan memakai perahu, dan nama pengawal saya
adalah “Pue Mangondang”. Sesudah itu maka pengawal Pongka Padang ini
pulang kembali ke Gunung Buntu Bulo untuk menyampaikan semuanya itu kepada Pongkapadang.
Sesampainya di atas,
bertanyalah Pongka Padang kepadanya demikian: “Apa yang kau dapati di sana?”
Pengawal itu menjawab: “Saya mendapati dua orang di sana, yang satu perempuan cantik berambut
panjang dan berkulit putih, dan yang satu lagi laki-laki sebagai pengawalnya.
Yang perempuan bernama “Torije’ne’” dan pengawalnya bernama
“Pue
Mangondang”, selain sebagai pengawal, Pue Mangondang juga
adalah saudara sepupu dari Torije’ne’. Mereka katanya berasal
dari laut dengan memakai perahu.” Lalu berkata lagi Pongka Padang kepada
pengawalnya: “Kau pergi lagi ke sana
dan katakan kepada mereka; ‘Bolekah kita tinggal bersama-sama di satu tempat?’”
Lalu pengawal itupun pergi lagi untuk kedua kalinya. Setelah sampai di sana dia berkata kepada
Torije’ne’ katanya: “Majikan saya menyuruh menanyakan apakah anda setuju jika
kita tinggal bersama-sama dalam satu tempat? atau bagaimana? Lalu Torije’ne’
menjawab: “Ya, baiklah. Sekarang kau kembali kepada majikanmu dan katakan;
‘Boleh, tapi saya minta kalau dia bisa kemari karena saya ingin bertemu dengan
dia.” Pengawal itu pulang dengan perasaan senang kepada majikannya dan
menyampaikan segalah apa yang di katakan oleh Torije’ne’.
Pongka Padang sangat gembira dan senang
mendengar apa yang disampaikan oleh pengawalnya itu, dimana perempuan itu ingin
bertemu dengannya dan setuju untuk tinggal bersama di satu tempat. Pada saat
itu juga Pongka Padang
mempersiapkan segalah sesuatunya dan dia berangkat menuju Gunung Kapusaang
tempat dimana perempuan itu berada. Sesampai disana, Torije’ne’ langsung
menyambut dia dengan baik dan dia bertanya: “Siapa nama anda?” Jawab Pongka
Padang :”Nama saya Pongka Padang , yang artinya “sudah banyak gunung saya
telusuri sampai saya bisa tiba di daerah ini”. Nama saya yang
sebenarnya ialah: Puang Rilembong,
tapi karena sudah banyak gunung yang saya telusuri sehingga saya memberi nama
diri saya Pongka Padang.” Torije’ne’ melanjutkan pertanyaannya dengan
mengatakan: “Apa rencanamu untuk datang ke mari?” Tapi Pongka Padang balik
bertanya katanya: “Bagaimana ceritanya sehingga kau bisa sampai di sini?” Torije’ne’
menjawab: “Saya ini datang dari laut dengan memakai perahu pada waktu air
pasang, lalu perahu saya ini terkandas di atas gunung ini. Setelah air kembali
surut perahu saya tidak bisa lagi di tarik ke laut sehingga saya tinggal saja
di gunung ini. Jadi nama saya Torije’ne’ yang artinya: “Orang
yang datang dari laut”. Lalu kata pongka padang: “Bagaimana kalau kita tinggal bersama
di suatu tempat? Torije’ne’ menjawab katanya: “Kenapa tidak, itu sangat baik.”
Pada waktu itu Pongka
Padang dengan
Torije’ne’ mulai bermalam bersama-sama di atas Gunung Kapusaang selama tiga
malam, dan pada waktu itu juga mereka resmi menjadi suami istri. Setelah sampai
tiga malam tinggal di kapusaang, berkatalah Pongka Padang: ”Bagaimana kalau
kita pergi dan bermalam lagi di Gunung Buntu bulo, gunung yang di sebelah itu?
Torije’ne’ menjawab: ”Baiklah”. Lalu mereka pergi menuju Gunung Buntu bulo, dan
bermalam di atas gunung itu. Setelah sampai tiga malam mereka bermalam di atas,
berkatalah Pongka Padang: “Menurut kamu bagaimana perbedaan antara Gunung
Kapusaang denga Gunung Buntu bulo ini? Torije’ne’ menjawab katanya: “Saya rasa
baik di sini” Kata Pongka Padang lagi: “Jadi bagaimana kalau kita buat rumah di
sini?” Torije’ne’ menjawab: “Terserah kamu. Saya tidak katakan ia dan juga
tidak. Pokoknya terserah kamu sebab laki-laki yang menentukan bukan perempuan,
hanya saja sebab perahu dan lesung bersama antan saya masih ada di gunung
kapusaan.” Lalu kata Pongka Padang: “Biarkan saja tinggal di sana
nanti kalau ada kesempatan bisa kita lihat ke sana, ini saya katakan sebab daerah ini
sangat baik untuk kita tempati, juga aman sebab bukan hanya saya yang merasakan
tapi kamu juga sudah merasakannnya ya?.” Lalu jawab Torije’ne’: ”Ia, saya juga
rasakan bagaimana bagusnya daerah ini, dan saya juga senang tinggal di sini.”
Mulai saat itu mereka
tinggal di atas Gunung Buntu bulo sampai mereka mempunyai tuju orang anak, yang
di kenal dengan nama “To Pitu” yang artinya “Ketuju
orang”. Adapun nama-nama mereka ialah;
- Daeng Manganna
- Mana Pahodo(Buntu Bulo)
- Simba’ Datu
- Pullao Mesa
- Daeng Lumalle
- Bura’ Le’bo’
- Pattana Bulan
Ada beberapa sumber (orang tua)
yang mengatakan bahwa ke
-7
orang ini tidak ada yang pergi meninggalkan Tabulahan, mereka semua tinggal dan
bermukim di Tabulahan sampai mereka menjadikan lagi keturunan yang dikenal
dengan
“To Sampulo mesa” artinya
“Keseblas orang”. Akan tetapi ada juga sumber (orang
tua) yang mengatakan bahwa hanya Daeng Manganna, Buntu Bulo, Bura Le'bo' dan Pahtana Bulang yang tinggal di Tabulahan, sementara Mana Sala'bi' ke Pakko (Tandalangan), Simba Datu ke Lembang Mapi (Tandasau) dan Pullao Mesa ke Masorang (Tandalangan).
Selanjutnya Daeng Manganna kawin
dengan saudaranya bernama
Bura Le'bo'.
Karena keduanya masih bersaudara maka diharuskan
memotong seekor babi sebagai tanda bahwa persaudaraan/hubungan keluarga mereka diputuskan dulu, hal ini dilakukan supaya selamat
dan berbahagia
dalam rumah tangganya. Upacara ini disebut “Ma’lentengan Buntu”
(bahasa Tua Tabulahan). Dan dengan berkat
Alataala, maka
keduanya telah melahirkan sebelas orang anak yang dikenal dengan “To Sampulo Mesa” (Keseblas Orang). Adapun nama-nama keseblas orang
ini dan tempat tinggal mereka ialah:
- Dettumanan di Tabulahan
- Ampu Tengnge’(Tammi’) di Bambang
- Daeng matana di Mambi
- Ta Ajoang di Matangnga
- Daeng Malulung di Balanipa(Tinambung)
- Daeng Maroe di Taramanu’ (Ulu Manda’)
- Makke Daeng di Mamuju
- Tambuli Bassi di Tappalang
- Sahalima di Koa(Tabang)
- Daeng Kamahu (Ta Kayyang Pudung)
di Sumahu’ (Sondoang)
- Ta La’binna di Lohe Galumpang(Mangki tua).
II.
SILSILA DAN PENYEBARAN KETURUNAN
KE DAERAH-DAERAH LAIN
Kemudian Dettumanan kawin
dengan seorang perempuan anak cucu dari Lombe Susu bernama Puelebuttang,
asal dari Mangki Tua (Lohe) lalu memperanakkan 5 orang anak yaitu:
1. Soya’
2. Manatanda
3. Pakiringan
4. Ta Hengkona
5. Ta Kaise'
Soya’ dan Manatanda bermukim di
Tabulahan. Pakiringan mula-mula
ke Kalonding bagian
Mamuju dan kemudian ia kembali
lagi, lalu Ayahnya menyuruh dia ke
Osango bersama seorang hambanya bernama Pambate.
Dan inilah yang menjadi asal nenek moyang orang Taupe (Osango).
Ta Hengkona dikawini oleh seorang
lelaki bernama Bundangulu anak
cucu dari Simba Datu asal dari
Matanga, lalu mereka tinggal di Baitang (Aralle).
Ta Kaise dikawini
oleh seorang lelaki
bernama Manalolo saudara dari Bundangulu. Mereka tinggal di Tapako
(Aralle).
Kedua lelaki
ini (Bundangulu & Manalolo), begini
ceritanya: Simba
Datu (To Pitu) meperanakkan Marimbun, lalu
Marimbun kawin dengan
seorang lelaki bernama Parinding Bassi anak
dari Pullao Mesa
di Masorang lalu keduanya
memperanakkan ta Ayoan. Ta Ayoan memperanakkan
Bundangulu dan Manalolo. Itulah nenek moyang atau
asal keturunan
di Aralle.
Adapun silsila
Keturunan mulai dari Soya’ adalah sebagai berikut:
Soya’
memperanakkan
Bembe
Bembe memperanakkan Daeng Siande
Daeng Siande memperanakkan Matanning
Matanning memperanakkan Ahuang di Dadeko
Ahuang di Dadeko memperanakkan
Todisondongi,
Singka
Todisondongi memperanakkan:
1. Daeng Mallipung
2. Daeng Mangemba
3. Eloangin
4. Ata
Daeng Mallipung memperanakkan Toumpellei Dasanna
Toumpellei Dasanna memperanakkan
Daeng
Pallaha
Daeng Pallaha memperanakkan Malinga', Ende
Malinga' memperanakkan Moko' , Tangkahang
Moko' memperanakkan:
1. Ta Kaliasa'
2. Ta Behe
3. Ta Tangkahang
4. Ta Saehang
Ta Kaliasa' kawin dengan Su'beng
anak cucu dari Ata saudara dengan Mallipung lalu memperanakkan:
1. Ta Parinding
2. Ta Loma'
3. Ta Letung
4. ---
Ta Parinding kawin
dengan ta Banna anak
cucu dari nenek Daeng Mangemba, lalu memperanakkan ta
Sibuntang.
Ta Sibuntang kawin
dengan ta Palulungan saudaranya
Tuan Parenge (Tamangkoa) anak
cucu dari ta Behe saudaranya ta Kaliasa' lalu
memperanakkan:
1. Ta Mangoli ,
2. Ta Kambelu,
3. Ta Molo,
4. Ta Kehsu'
5. Ta Mandayai (Lain Ibu)
Ta Loma' kawin dengan ta
Ente lalu memperanakkan ta Sempa. Ta Sempa memperanakkan:
1. Ta Su'bu
2. Ta Sondo
3. Ta Ta'le
(Ada juga Catatan/sumber dari keluarga di Rante Dango (anak cucu dari Pahialang) yang mengatakan bahwa Ta loma' memperanakkan ta Kahoping, selanjutnya ta Kahoping memperanakkan Pasoe, Pasoe memperanakkan...???..., Selanjutnya ...???... Memperanakkan 4 orang ( Eja, Sitti Allo, Daeng Lumombang, ???), Sitti Allo memperanakkan ta Tamba', ta Tamba' memperanakkan Simba' Allo, Simba' Allo memperanakkan TA Kimba', Ta Kimba' memperanakkan Pahialang).
Ta Sondo
kawin dengan ta Mokang saudara dari Sampanga (Pue Masalung)
anak cucu dari nenek Ata lalu memperanakkan:
1. Ta Deppung
2. Ta Madi
3. Ta Ayo
4. Ta Dottong
5. Ta Bassi
6. Ta Sambeng Bulahang
Ta Dottong kawin dengan ta
Mangoli lalu memperanakkan:
1. Ta Boha'
2. Ta Maya'
3. Simba Datu
4. Patundan (Barends)
5. Aruang Boyo
6. Pahtaro Pura (Ta Ma'ta).
Ta Behe saudaranya
ta Kaliasa' kawin dengan seorang lelaki bernama ta
Buli, lalu memperanakkan
2 orang yaitu:
1. Ta Lento,
2. Ta Tau'.
Ta Lento
kawin dengan ta Hapu lalu memperanakkan:
1. Ta Palu'lungan
2. Ta Sondong
3. Ta Sapahu
4. Ta Betanga'
5. Ta Sangkalla'
6. Ta Imba'
7. Ta Besu'
8 Ta Mangkoa (Parenge') (Baliada')
9. Ta Isungan
Ta Mangkoa kawin dengan ta Berindu lalu meperanakkan:
1. Tande Bua'
2. Takakiing
3. Tasitakkan
Daeng
Mangemba memperanakkan La'lang.
Ta
La'lang memperanakkan:
1. Sambo
2. Lita',
3. dll.
Sambo memperanakkan:
1. Latangke, dan
2. Indo Malliki'.
Latangke meperanakkan:
1. Ta Ponang,
2. Tatu'.
Ta Ponang
kawin dengan To Diparang lalu memperanakkan:
1. Ta Sassang,
2. Tabanna,
3. Tadahu'.
Ta Sassang kawin dengan ta
La'le' cucu dari Daeng
Mangemba juga, lalu
memperanakkan Polo Padang kepala
tua di Saluleang bahkan hadat
besar di tanah itu. Polo Padang kawin
dengan ta Ayo tetapi tak beranak. Kemudian kawin lagi dengan
ta
Soe lalu memperanakkan:
1. Mattayan,
2. Ta Tona'.
Ta Sapahu kawin dengan Ta Limbu yang berasal
dari Sumahu' anak cucu dari ta Magondoi lalu memperanakkan:
1. Ta Sitti,
2. Ta Buaran,
3. Ta Leppang.
Ta Sitti kawin
dengan ta Kandongi bapaknya
berasal dari Aralle, dan Ibunya berasal dari Tabulahan) lalu
memperanakkan:
1. Ta Samalang (Johannes)
2. Ta Bena
3. Ta Nanti
Ta Buaran tidak mempunyai anak.
Ta Leppang
kawin dengan Aruang
Bonga anak dari Aruang
Pasau' lalu memperanakkan Dettumanan.
Ta Limbu diangkat menjadi Pangulu Tau (Pa' bahani) (Pemberani).
Ta Mandayai kawin dengan Baka dan Pahialang lalu memperanakkan:
1. Ta Nännu'
2. Massebali
3. Panansi (indo Bayang)
4. Saekuna (indo Hele)
5. Beyannang (indo Domeng)
6. Ta Besopi (mama Ani)
7. Ta Paohong (pua' Nehe')
Ta nännu' kawin dengan (??) Lalu memperanakkan:
1. Lai' Buta
2. Kaseng
3. Daeng
Lai' Buta memperanakkan:
1. Cicci
2. Maju
Maju Memperanakkan:
1. Wati
2. Ical
3. Uni
4. Ani
5. Ama
Massebali Kawin dengan Penda lalu memperanakkan:
1. 1. Sindang (ambe Deri)
2. 2. Katrina (Kahti)
3. 3. Merpati (Mama' One')
4. 4. Neti (indo Muri)
5. 5. Dortea (indo Lentong)
6. Limbong (indo Mangnganna)
7. Dettumanang(ambe He'mang)
8. 8. Martinus (ambe Riang)
9. Marta (lain ibu)
10. Mece
11. Pince
12. Demma
Merpati Massebali kawin dengan Ruben Ahpa, lalu melahirkan sebenarnya 18 orang anak, tapi hanya beberapa orang yang sempat diberi nama, sementara yang lain belum sempat diberi nama dan sudah meninggal (istilah dalam bahasa tabulahan: Tahhi’).
Adapun yang diketahui nama-namanya adalah:
1. 1. Paul Ahpa (Almarhum)
2. Mariones Ahpa
3. Ester Ahpa (almarhumah)
4. Marta Ahpa (Almarhumah)
5. ??
6. 6. Benyamin Ahpa (Almarhum)
7. Yefta Ahpa (Almarhumah)
8. ??
9. ??
10. ??
11. ??
12. ??
13. YarianusAhpa
1 14. HananiAhpa (Almarhumah)
1 15. Silvanus Ahpa (Almarhum)
16. ApolosAhpa
17. ??
18. ??
Apolos Ahpa pergi merantau ke Sulawesi Utara dan kawin dengan Maryanti Dipan (Minahasa Utara), dan memperanakkan:
1. Eirene Anastasya Ahpa
2. Achazia Justina Torije’ne’ Ahpa
III.
NAMA-NAMA
KEPALA HADAT DAN WAKIL-WAKILNYA (BALI ADA') DI TABULAHAN
Adapun nama kepala-kepala
hadat yang dilantik bahkan didudukkan diatas kepala Kerbau sebagai tanda
resmi menjadi kepala hadat (Kepala hadat yang telah di setujui oleh Rakyat
Tabulahan adalah sebagai berikut:
1. Dettumanan
2. Soya'
3. Bembe
4. Daeng Siande
5. Matanning
6. Ahuang di Dadeko
7. Todisondongi
8. Daeng Mallipung
9. Toumpellei Dasanna
10. Daeng Pallaha
11. Malinga
12. Moko'
13. Ta Kaliasa'
14. Ta Pahinding
15. Ta Mangoli
WAKIL-WAKIL (BALI ADA)ADALAH SEBENARNYA POSISINYA SAMA DENGAN KEPALA HADAT, JADI MUNGKIN COCOK DISEBUT WAKIL ATAU KEPALA HADAT II:
Ahuang di Dadeko dibantu/diwakili oleh Tandong
Bulawan.
Todisondongi dibantu/diwakili oleh Todibalabatu.
Daeng Mallipung dibantu/diwakili oleh Ambe
Pahallu.
Toumpellei Dasanna dibantu/diwakili oleh ta
Doo (Daeng Mangende).
Daeng Pallaha dibantu/diwakili oleh ta
Mendai'.
Malinga dibantu/diwakiliTandi Pallu I.
Moko' dibantu/diwakiliAmbe Bakia'
Malliki dibantu/diwakiliTandi Pallu II.
Ta Pahinding dibantu/diwakiliTa Malliki'.
Ta Mangoli dibantu/diwakilita Mangkoa.
Tentang wakil-wakil atau yang membantu kepala
hadat dalam daerah ini (Tabulahan) tidak
tetap turunannya, melainkan
dipilih saja seturut kemauan kepala hadat.
BAB II
KETURUNAN
PONGKA PADANG YANG MENDIAMI
PITU
ULUNNA SALU KARUA TIPARITTI’NA UAI/KARUA BA’BANA MINANGA (PUS-KTU)
DI
BAWAH KEKUASAAN TABULAHAN
I.
PITU ULUNNA SALU KARUA TIPARITTI’NA
UAI (KARUA
BA’BANA MINANGA)
(PUS-KTU)
A.
PITU
ULUNNA SALU
Keturunan Pongka
Padang mendiami Tanah Toraja
mamasa yang kini lazim
disebut “Pitu
Ulunna Salu, karua tiparitti'na uai”. Pada mulanya tanah
ini bukan di
namai demikian, melainkan dinamai: “Lita'na to pitu di ulunna Salu” artinya “tanah dari 7 orang yang ada di
hulu sungai (7 orang anak Pongka Padang)”.
Yang mula-mula berjalan keliling memberi batas
akan tanah ini, yakni seorang anak dari
Pongka Padang yang bernama Pullao Mesa. Kemudian
berangkat pula Daeng
Manganna dan Mana Pahodo untuk memberi nama pada
daerah setempat.
Seorang dari pada
mereka itu memakai tongkat dahan kayu cendana yang masih
mentah. Setelah tiba di daerah (bagian Mandar) tongkat kayu Cendana itu ditanam
lalu tumbuh. Oleh sebab itu
daerah tersebut diberi nama Kampung Cendana.
“Lita'na to
pitu diulunna salu”
kemudian diberi nama: “Pitu
ulunna salu karua tiparitti'na
uai”
yang artinya “7
hulu sungai, dan 8 anak (muara) sungai”. Kata itu suatu kiasan adanya. “Pitu
Ulunna Salu”
artinya “tujuh kekuasaan”.
Sebab pada mulanya Tabulahan mempunyai kuasa
pada 7 negeri, pada tiap-tiap daerah tersebut
mempunyai tanggungan/ keharusannya masing-masing. Adapun nama ketujuh negri/kekuasaan itu yaitu:
1. Aralle
2. Mambi
3. Bambang
4. Rantebulahan
5. Matanga
6. Tu'bi/mala’bo’
7. Tabang (Tandung)
B.
KARUA TIPARITTI’NA UAI (KARUA BA’BANA MINANGA)
“Karua tiparitti'na uai”
artinya “delapan
anak muarah sungai atau delapan daerah kekuasaan yang
kecil”, daerah ini mempunyai tanggungan atau keharusan agak kurang
dibanding ke 7 negeri di
atas. Adapun nama
kedelapan daerah kekuasaan itu ialah:
1. Mesawa
2. Ulumanda'
3. Sondoan
(Keang)
4. Panetean
5. Mamasa
6. Osango
7. Orobua
8. Tawalian
C.
GELAR-GELAR DAN TANGGUNG JAWAB
DAERAH-DAERAH DI PITU ULUNNA SALU KARUA TIPARITTI’NA UAI.
C.1. GELAR TABULAHAN
Tabulahan adalah penguasa atau tanah
yang merdeka. Gelar atau nama Tabulahan adalah:
- Petaha
mana', pebita' pahandangan
- Petoe
saku', peanti kadinge' pedekeng kahatuang.
- Indona
Lita'
- Tomepaihanna
Pitu ulunna salu, karua tiparitti'na uai.
Yang artinya:
1.
Pembagi warisan dalam pusaka
bahkan batasan tanah
yang sudah diberikan masing-masing, penentu/pembicara/pemutus dalam
acara-acara perkawinan
dan pertemuan-pertemuan.
2.
Pemegang ibadat untuk
Pitu ulunna salu karua
tiparitti'na uai supaya selamanya
keberkatan, “dan
kalau ada seseorang yang berbuat
kejahatan, maka orang itu harus datang di Tabulahan supaya
diberkati pula dengan
memakai “saku' kadinge' dan kahatuang”
supaya kembali baik (tahir) pula
dipandang Allah Taala. Dalam bahasa tua
mengatakan: “Ladisaku'i, ladikadinge’i
sala anna malai titanan punti, tiasak kahatuan illalan botto lita'na sule”
3.
Ibu/tuan Tanah/ pemilik tanah dari Pitu ulunna salu karua tiparitti'na uai.
4.
Pemepegang pemali-pemali/(Pendoa
syafaat) untuk penduduk PUS dan karua tiparitti'na uai
supaya mereka selalu dalam
keadaan yang aman dan sentosa.
C.2. GELAR-GELAR DAN TANGGUNG JAWAB DAERAH-DAERAH
PITU ULUNNA
SALU (PUS)
Gelar-gelar dan tanggung jawab (keharusan) dari daerah-daerah Pitu Ulunna
Salu adalah sebagai berikut:
1. Aralle
Digelar:
a.
Indona ba'bana lembang,
toma'kadanna to Pitu ulunna salu.
b.
Todipa'ulua dimana'
Artinya:
a.
Indona Aralle menerima/mendengar segala pembicaraan-pembicaraan penduduk
dalam Pitu ulunna salu, lalu pembicaran
itu dibawanya datang di
Tabulahan supaya diselesaikan atau diurus, selanjutnya keputusan dari urusan tersebut, diteruskan oleh Indona Aralle kepada kepala-kepala hadat di Pitu
Ulunna Salu yang bersangkutan.
b.
Aralle
adalah yang pertama-tama mendapat pembagian warisan.
2. Mambi
Digelar:
a.
Indona Lantang Kada Nene
b.
Lempoh kuring, paya kandeang
Artinya :
- Di Mambie,
tempat bertemunya/berkumpulnya kepala-kepala hadat Pitu ulunna salu
karua tiparitti'na uai untuk membicarakan “katibangunganna lita',
kamahosonganna ma'rupa tau” (pembangunan dan kesejahteraan
umat/masyarakat), atau membicarakan
perkara-kara yang lain
yang patut dibicarakan dalam pertemuan kepala-kepala hadat.
Segala pembicaraan itu atau segala keputusannya, harus
disampaikan pada Indona lita' (Tabulahan) supaya dimohonkan berkat atas pembicaraan itu, supaya
hasil pembicaraan itu mendatangkan bahagia/terealisasi.
- Tanggungan indona
Mambie yaitu melayani (menjamin/memberi makan)
kepala-kepala hadat dalam
pertemuannya selama mereka bersidang/ma’limbo.
3. Bambang
Digelar:
- Sangkiran
tinting, pandaga lappa-lappa
- Su'
buang ada’
Artinya:
- Sebagai penungguh tali yang menghubungkan satu
negeri pada negeri
yang lain. Yaitu kalau ada yang membuat satu kejahatan yang
akan merusakkan tanah
Pitu ulunna salu karua tiparitti'na uai maka Indona Bambang mulai
mengajar mereka menurut
undang-undang hadat.
- Dan
juga Indona Bambang adalah tempat menyimpan sementara orang yang melanggar adat (aturan).
4. Rantebulahan
Digelar:
a.
Indona lembang, Tomakakanna lita'.
b.
Toma' dua Taking, toma' tallu sulekka untetenge kondo sapata.
Artinya:
a.
Daerah
yang dipandang kaya di Pitu Ulunna Salu, dan diwajibkan akan membayar denda setiap orang yang mendapat
denda karena perbuatannya melanggar aturan adat, supaya ada perdamaian kembali.
b.
Diberi hak
akan menjaga keamanan; dan
memperdamaikan orang yang
berselisi dengan memberi hadiah
selaku upahnya supaya
kedua pihak
tidak berselisih lagi, melainkan damai.
5. Matanga
Digelar:
Adiri
Tatempong , tamba Tammalate
Artinya :
Tiang
yang kokoh,
yang akan menyokong/menopang
jatuh dan bangunnya penduduk Pitu ulunna salu karua tiparitti'na uai.
6. Mala'bo
Digelar:
Tandu' kalua' palasang marosong
Artinya:
Selaku
dinding temboknya Pitu ulunna salu karua tiparitti'na uai apabila ada
bangsa lain yang akan merusakkan tanah ini (Benteng/Hulu balang).
7. Tabang
Digelar:
a.
Baka disura, gandang diroma.
b.
Talaunna kada nenek bubunganna
kada tomatua
Artinya:
a.
Baka disura gandang diroma itu
selaku pusakanya saja.
b.
Pembatas ketujuh kekuasaan negeri
yang sama kuasa.
C.3.
GELAR DAN KEHARUSAN NEGERI-NEGERI YANG DI BERI NAMA
KARUA TIPARITTI'NA UAI
(KTU)(KARUA BA’BANA MINANGA (8 MUARA SUNGAI)
1.
Mesawa
Digelar:
Talinga rarana
to Pitu ulunna
salu, mata bulawanna karua tiparitti'na
uai.
Artinya:
Mata-mata bagi barangsiapa yang hendak masuk Pitu ulunna salu karua tiparitti'na uai dengan
maksud jahat. Jika ada, maka
dengan
segera memberi kabar atau laporan kepada Indona
Mala'bo', supaya ia dapat bersedia
dengan selengkapnya.
2.
Ulu Manda':
Digelar:
Sulluhanna kada
nene balatana'na Kondo Sapata.
Artinya:
Batas
tanah penduduk Pitu Ulunna Salu Karua Tiparitti'na Uai.
3.
Sondoan
Digelar:
Sama
dengan gelar
Ulumanda'.
4.
Panetean
Digelar:
Tampa'na Tabulahan
Artinya
Batas tanah Tabulahan dan Aralle.
5.
Mamasa
Digelar:
a.
Rambu saratu’
b.
Limbong kalua,
tasik malolanganna Indona
Tabulahan.
Artinya:
a.
Banyak tanggungan-tanggungan atau perjanjian-perjanjian yang dipertanggungkan Indona Tabulahan kepada Indona
Mamasa.
b.
Tanah yang seluas itu (lembang
Mamasa) dapatlah dimasuki Indona Tabulahan dengan meminta
sembarang apa saja menurut
perjanjiannya umpama: Beras
padi dll., supaya penduduk di tanah itu selamat dalam
kediamannya.
6.
Osango
Digelar:
a.
Tomataianna Totumandongi'na Indona Tabulahan tana
lembanna Mamasa
b.
Tokkeran Sepu'
Artinya
a.
Penjaga kesetiaannya Indona Mamasa
pada tanggungan-tanggungan yang
sudah ditanggungnya
b.
Tempat menyimpan tanda-tanda peringatan perjanjian-perjanjian bagi Lembah
Mamasa.
7.
Orobua:
Digelar:
Tomengkalambun
bakaru
Artinya
“Pendatang baru” , Lembah
Mamasa sudah di duduki atau di huni,
baru datang Indona Orobua yang bernama “Pasa'buan.” Akan tetapi
mereka juga diberi hak untuk datang menjual daun enau
dan daun paku
lalu ditukar dengan padi oleh penduduk Mamasa, karena babinya telah dipotong
waktu pembukaan sepu' (jimat/perjanjian)di Osango.
8. Tawalian
Digelar:
“Tawali”
disebut juga
Indona sesena Padang.
Artinya
Tidak sempat lagi diberi haknya,
melainkan disamakan saja
dengan Indona Mamasa, Mereka ini
berasal dari Passokkoran bahagian Balanipa.
Neneknya bernama Pottoni'
Punda'da' Puppenda, Ponggasa'. Pottoni'
di Tawalian Ponggasa' di Buntu buda (Mamasa).
BAB III
ATURAN
ATAU UNDANG-UNDANG
DI
DAERAH
PITU
ULUNNA SALU KARUA TIPARITTI’NA UAI
Adapun aturan atau undang-undang pada
masa itu disebut:
“Pappuli
tedong, pallottong karambau”.
Aturan ini berlaku Pada masa
nenek Daeng Manganna dan saudara-saudaranya
sampai pada nenek Dettumanan dan saudara-saudaranya.
Pada masa itu boleh dikata, tanah ini aman, jarang terjadi
pembunuhan, pencurian dll. “Pappuli
tedong, pallottong karambau” bisa diartikan dengan: “Mata ganti mata, gigi ganti gigi” (band.
Mat 5:38) ( “Pappuli” = “pallottong”
artinya ”baku
ganti sama banyak, sama harga”; “Tedong” = “karambau” artinya “kerbau”.) Secara
hurufiah dapat diartikan dengan “Kerbau diganti dengan Kerbau” atau “Pembalasan
yang setimpal”.
Namun beberapa lama
kemudian, maka
datanglah dan diizinkanlah to Mämpu'
yang berasal dari Tandalangan untuk tinggal di Rantebulahan.
Sekali peristiwa
terjadilah pembunuhan disana
(di daerah Mambi, Rantebulahan). Menurut undang-undang atau aturan
yang berlaku bahwa
sipembunuh harus dibunuh juga.
Akan tetapi
pada waktu itu To Mämpu' membuat satu permintaan kepada
yang berwajib di
Tanah ini, ia minta supaya undang-undang
“Pappuli tedong
pallottong karambau” diganti dengan undang-undang yang
lain.
To Mämpu' berkata:
a. "Dikondo terong, ditampa
bulahang"
(artinya: Kerbau diperbaiki/diurut, emas
dibentuk)
b. "Dibatta bihti' tau, tahpa
dibihti'terong",
(artinya: kaki orang dipotong, tapi kaki
kerbau yang kena)
c. "Dibatta bihti'terong, tahpa
dibihti' bahi",(artinya:
Kaki
kerbau yang dipotong, tapi kaki babi yang kena)
d. "Dihenge' punno, disahihi
la'bi".
(artinya: dipikul yang penuh, dijinjin
lebihnya)
Maksudnya ialah:
Aturan yang baik
diganti dengan yang lebih baik", segala permasalahan hendaknya
diselesaikan dengan kepala dingin, janganlah membalas pembunuhan dengan
pembunuhan pula, tapi Wajiblah
kesalahan itu ditebus,
dengan kata lain
ditebus saja sudah cukup. Maksud dari pada Aturan ini ialah bahwa yang melanggar
aturan cukuplah dibebani dengan mempersembahkan persembahan Korban, sebagai
ganti pelanggarannya.
Dengan aturan barunya
ini Tomampu' menjelaskan kepada yang semua orang bahwa undang-undang
yang diberikannya itu lebih baik dari pada yang dulu; Misalnya ada seorang yang dibunuh. Maka keluarga dari pada
orang yang dibunuh itu
harus bersabar, jangan main hakim
sendiri, tetapi serahkanlah kepada hadat untuk diselesaikan dengan baik.
Aturan inilah yang berlaku sampai sekarang, sehingga apabila ada diantara orang
yang melanggar aturan yang berlaku maka biasanya disuruh mempersembahkan korban
berupa :Ayam, Babi, atau Kerbau.
Catatan dari Penulis alsi:
-
Inilah
yang dapat kami tuliskan dan mudah-mudahan dapat membantu para pembaca untuk
mengetahui bagaimana sejarah, latar belakang dan adat istiadat, serta silsila
yang berlaku di daerah kami “Tabulahan” sampai sekarang. Dan jika ada tulisan
kami yang tidak sesuai menurut pembaca kami mohon maaf.
Catatan Penerjemah:
-
Tulisan
ini sebagian besar diterjemahkan
langsung dari suber berbahasa
Tabulahan Asli/bahasa tua oleh : Apolos
Ahpa (Pembantu Penerjemah Alkitab Berbahasa Tabulahan) bersama dengan
Penerjemah Alkitab Bahasa Tabulahan dari New Zeland (Robin M’kenzie), tanggal 10-15 September 1997.
-
Maaf
karena sumber cerita ini sudah lama disimpan sehingga sumber/penulisnya tidak
diketahui lagi, tapi arsip ini disimpan oleh Kel. Mangoli di Tabulahan,
berdasarkan cerita turun-temurun dari nenek moyang kita.
-
Tadipotimpu’
pano di peneneang ang ditula’ sanganna yaling inde di sejarah, ampo’ lamendahi
kakende’anna hupatau peampoanna Nene’ Pongkapadang (Penyebutan nama-nama Nene’
Moyang kita dalam sejarah ini, tidak akan menjadi kutuk, melainkan akan menjadi
berkat dan perkembangan anak cucu dari Nene’ Pongkapadang.)
-
Mengenai
Polopadang yang kemudian hari muncul sebagai teman seperjalanan/Pengawal dari
Pongkapadang, bukan kel. Polopadang yang sekarang ini ada di Tabulahan, karena
Kel. Polopadang yang sekarang ini berkembang di Tabulahan adalah Keturunan dari
Pongkapadang( lihat silsilanya di atas).
Adapun
orang-orang tua di Tabulahan yang mengetahui cerita ini adalah:
- Nene’ Emborang
- Nene’ Ambe Seping
- Nene’ Pua’ Pala’
- Nene’ Ambe Ale’
- Tandi Palli Pahung
- Pahtana
- Ruben Ahpa
- Sindang Massebali
- Tinuha Massebali
- Dan lain-lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu.....
Selamat membaca, semoga berguna.